Gelaran Round Table Discussion: Penanganan Psikososial dalam Pengelolaan Kebencanaan di Unpad Kampus Pangandaran
Oleh Redaksi | Rabu, 21 Desember 2022 00:00 WIB | 1.802 Views
Universitas Padjajaran Kampus Pangandaran (PSDKU) menyelenggarakan kegiatan seminar dan Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Round Table Discussion: Penanganan Psikososial dalam Pengelolaan Kebencanaan pada Rabu, 21 Desember 2022. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai stakeholders di Pangandaran dari sektor pemerintahan, ekonomi bisnis, organisasi relawan kebencanaan, dan organisasi profesi. Acara yang diselenggarakan di hall Unpad Kampus Pangandaran ini turut mendatangkan akademisi dari Vrije Universiteit, Amsterdam Prof. dr. Jan Passchier sebagai pemateri. Tujuan dari acara ini adalah sebagai upaya meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam upaya pengelolaan kebencanaan terutama dalam aspek penanganan psikososial.
Kegiatan diawali dengan sambutan Dr. Drs. H. Bambang Hermanto, M.Si. selaku kepala kantor Unpad Kampus Pangandaran. Beliau menyampaikan bahwa Pangandaran termasuk salah satu kabupaten yang sering mengalami bencana alam di Jawa Barat. Menurutnya, dampak psikososial dan kebangkitan ekonomi merupakan hal paling penting untuk diperhatikan ketika terjadi bencana. Sambutan kedua disampaikan oleh Kabid SMP Disdikpora, Dr. R. Iyus Surya Drajat, M.Pd. sebagai perwakilan Bupati Pangandaran, Jeje Wiradinata. Beliau menyampaikan bahwa ketika Covid-19 pemerintah selalu berupaya dalam menangani bencana yang ada, namun belum pulih secara keseluruhan. Dengan begitu, kegiatan forum diskusi ini diharapkan dapat menemukan pemecahan masalah terkait penanganan psikososial dalam pengelolaan kebencanaan terkhusus di Kabupaten Pangandaran.
Giat acara ini terdiri dari 2 sesi. Pertama adalah sesi pematerian yang disampaikan oleh 5 narasumber kunci yaitu: 1) Acep Deni Firdaus, S.Sos., M.M. sebagai perwakilan dari BPBD Pangandaran, memaparkan materi terkait manajemen kebencanaan mulai dari pra-bencana, ketika bencana terjadi, hingga pasca bencana di Pangandaran; 2) Rizmah Nurchasanah sebagai perwakilan dari BI Tasikmalaya, menunjukkan data-data dan
dampak bencana pada sektor ekonomi terutama UMKM, sekaligus menyampaikan program-program yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM pasca pandemi; 3) Dra. Tutty I. Sodjakusumah, M.Sc. M.Litt dari Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, membawakan materi mengenai penanganan psikososial dalam pengelolaan kebencanaan; 4) Prof. Dr. Jan Passchier dari Vrije dari Universiteit Amsterdam, memberikan pematerian dan membagikan pengalamannya mengenai interpersonal collaboration dalam health care; 5) Dr. Siti Yuyun Rahayu Fitri S.Kp., M.Si., kaprodi S1 Keperawatan Unpad Kampus Pangandaran, menyampaikan materi dengan judul pengembangan Unpad Kampus Pangandaran dan kerjasama lintas disiplin keilmuan (interprofessional collaboration).
Kegiatan pematerian dilanjutkan dengan sesi kedua berupa forum diskusi di mana setiap undangan dari masing-masing sektor memberikan tanggapan terkait materi yang telah disampaikan dengan penekanan pada konteks Pangandaran. Sesi kedua diawali oleh Riska Marlina sebagai perwakilan Bapenna yang menyampaikan bahwa manajemen kebencanaan Pangandaran masih dalam tahap persiapan. Selain itu, belum ada kajian atau perencanaan terkait bencana karena Bappena Jawa Barat baru dibentuk pasca gempa Cianjur.
“Perawat perlu berkolaborasi dengan profesi lain. Saran saya adalah Pangandaran perlu memahami betul bahwa bencana tidak bisa diprediksi dan tingkat kejadiannya tidak bisa kita kendalikan, sehingga kita perlu memperhatikan kesiapan seperti kesiapan kebijakan, SDM, sumber daya lain seperti logistik; tempat pengungsian; alur evakuasi,” jelas Agus Maliana yang merupakan perwakilan DPD PPNI Pangandaran.
Adi dari IDI menyatakan walau IDI Pangandaran baru dibentuk, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan IDI cabang terdekat, yaitu priangan timur. Jika ada kegawatdaruratan, maka IDI akan mengaktifkan alarm bencana dan berkoordinasi dengan mengumpulkan dokter umum dan seluruh tenaga medis untuk membentuk tim menuju tempat pusat daerah bencana.
“Kegiatan respon terhadap bencana sudah dilakukan tetapi belum terorganisir secara formal, HIMPSI wilayah jabar sudah punya delegasi sendiri yang khusus untuk menangani bencana sejak 2018. Koordinatornya disebut indung taminas,” kata Neni, perwakilan HIMPSI Jabar. “Untuk respon pada situasi bencana kami menggunakan dukungan psikososial karena tidak selalu yang mengalami bencana itu mengalami trauma. Setelah itu kita dapat memahami apa yang dibutuhkan para penyintas bencana,” imbuhnya.
Secara bergantian, Harti, S.Sos.I. dan Geis Rahma Ayunita, S.Tr.Sos. dari PSI
menyampaikan bahwa terkait bencana, pekerja sosial ditugaskan untuk ke wilayah bencana dengan memberi pelayanan sosial seperti asesmen dan intervensi. Fokus assessment yang dilakukan tidak hanya dari segi sosial, namun juga dari segi spiritual, dan psikologis sehingga mereka tau rekomendasi pelayanan dan pelayanan yang harus diberikan kepada korban terdampak bencana.
Aal Saiful Rahmat dari Dinas Kesehatan Pangandaran menyatakan bahwa Dinkes melakukan pelatihan pengelolaan bencana, sehingga diharapkan bencana ini tidak menyebabkan dampak signifikan di bidang kesehatan. Pada kegiatan pasca bencana, difokuskan untuk melakukan proses kurasi dan rehabilitasi di wilayah bencana.
“Menurut saya setiap instansi harus punya SOP kebencanaan dan harus ada job description spesifik. Semua stakeholders di bidang kebencanaan bisa masuk ke forum pengurangan resiko bencana, sehingga relawan relawan desa dapat memahami terkait penanggulangan bencana, papar Sutan Abdul Rosid dari FKDM
Di lain sisi, perwakilan sektor ekonomi bisnis, Evi Nurul Fitri dari Kadin, mengaku bahwa pada sektor bisnis, UMKM adalah penerima dampak terbesar dari terjadinya bencana. Saat ini telah dilakukan edukasi bussiness community management kepada pelaku UMKM Pangandaran sebagai persiapan dalam menghadapi bencana yang mungkin terjadi.
Di akhir acara Hari Setyowibowo, Ph.D., psikolog, selaku penyimpul dan perumus model menyampaikan dua rumusan utama terkait kepedulian bersama dan aksi. Dalam aspek kepedulian bersama terdapat 3 pokok yang perlu ditonjolkan yaitu: 1) Peningkatan kapasitas pengurangan resiko dan kesiapsiagaan seluruh elemen masyarakat; 2) Penanganan psikososial oleh berbagai sektor; dan 3) Pengelolaan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan secara efektif. Pada aspek aksi, berfokus pada 3 kegiatan, yaitu: 1) Pengorganisasian pemangku kepentingan dengan menitikberatkan pada leading sector yang dapat memimpin penanganan kebencanaan; 2) Pertemuan lintas sektor untuk menyusun rencana penanggulangan bencana, khususnya dalam penanganan psikososial pada pengelolaan bencana; 3) Peningkatan kapasitas assessment dan intervensi sehingga dapat diketahui secara lebih tepat kebutuhan psikososial dan kebutuhan lainnya. Hari kembali menekankan perlu ditingkatkannya kapasitas masing masing stakeholders sehingga Pangandaran lebih siap siaga dalam menghadapi kemungkinan buruk di masa depan. Pangandaran bisa saja mengambil sebuah inisiasi dengan mencontoh konsep penanggulangan bencana dari negara Jepang.
Anda mempunyai konten untuk ditayangkan di myPangandaran.com dan jaringannya seperti berita, opini, kolom, artikel, berita foto, video, release Perusahaan atau informasi tempat bisnis di Pangandaran.
Kirimkan tulisan anda melalui
Kontribusi dari Anda
Berikan Komentar Via Facebook