Wisata dan Kuliner
Pakis Campur Kecombrang, Catatan Kuliner Purba

Pakis Campur Kecombrang, Catatan Kuliner Purba

TELAH lama sekali saya mengetahui tentang pakis haji yang bisa dimakan dengan cara disayur. Bahkan membacanya dalam resepresep makanan Nusantara. Akan tetapi, belum pernah sekalipun saya kawenehan menemukan pakis tersebut di pasar Bandung, terutama di pasar KPAD, Parongpong, dan Lembang yang biasa saya kunjungi. Oleh karena itu, saya hanya bermimpi saja tentang sayur pakis (paku) haji tersebut.

Kalaulah perempuan hamil, mungkin saya terus mengidam tentang pakis haji tersebut. Saya selalu mencari tahu orang tua saya dulu suka masak atau tidak tentang hal itu. Kata Ua saya, dulu iya Ema (nenek saya) suka masak pakis. Tapi sekarang, tangkal pakisnya juga hampir hilang. Kebun tegalan yang sebegitu luasnya tidak lagi menghasilkan pakis. Ya satu atau dua masih ada, tapi pakis yang tidak bisa dimakan.

Saya sempat berpikir, mungkin di pasar-pasar tradisional Bogor, pakis masih bisa ditemukan. Atau di swalayan-swalayan yang menyediakan keperluan untuk kuliner, pakis masih bisa ditemukan --dunia kan sudah terbalik.

Teman di FB yang orang Ciamis, sempat menawarkan, apabila saya ke Pangandaran singgahlah barang sebentar ke rumahnya, nanti akan dijamu dengan sayur pakis, katanya. Ya Allah, beuki kabita saja saya akan sayur tersebut. Sayang, ketika di Pangandaran, beliau tidak OL dan di info FB-nya tidak meninggalkan nomor yang bisa dihubungi (nuju mudik, Ceu?), ya kemudian saya melanjutkan mimpi lagi tentang pakis haji.

Esoknya di Pangandaran, adik ipar menjamu saya dengan sayur yang sungguh asing di lidah saya. Ketika saya tanyakan, dia menjawab, sayur pakis. Masya Allah, saya kaget bukan kepalang. Perasaan apa dalam benak, saya tidak bisa menjabarkannya. Yang jelas, saya sangat bersyukur akhirnya bisa merasai sayur pakis.

Karena penasaran dengan daun pakisnya, saya minta suami membelikan barang dua ikat daun pakis di pasar Pangandaran. Tanggal 14 September 2010 mungkin waktu yang bersejarah buat saya, karena saya akan membuat sayur pakis dengan bumbu yang nge-blank, tanpa resep masakan tanpa tahu bumbu apa yang harus saya siapkan tapi setidaknya saya punya pengalaman merasakan sayur buatan adik ipar. Saya pikir, saya bisa eksplor bumbu.

Subuh-subuh setelah salat, saya siap memasak. Bismillah, daun pakis saya amati, elukkannya saya rabai, daun mungilnya saya rasai dengan segenap jiwa saya. Pikiran saya kumalayang ke masa silam. Terbayang ibukota Kerajaan Sunda, Pajajaran, di wilayah Barat yang tiap sisi jalan menuju ke arahnya dihiasi pohon pakis yang ngajajar. Terbayang ibukota Kerajaan Sunda, Kawali, di wilayah Timur juga dihiasi pohon-pohon pakis. Terbayang penduduk Kerajaan Sunda yang memanfaatkan pohonpohon pakis ini untuk teman nasi.

Ya, bayangan-bayangan manusia masa kini yang tidak mengalami sendiri pengalaman itu. Mungkin hanya imaji, mungkin hanya interpretasi, atau kegilaan seorang yang neurosis akan keindahan masa lalu yang mungkin sama  sekali tidak indah.

Tak sadar saya ngemat Raja Sunda, entah yang mana, benak saya noroweco bahwa saya akan memasak daun pakis ini. Daun pakis yang muncul dari masa silam, masa purba, yang mengandung  muatan sejarah dan budaya. Daun pakis yang menjadi motif pekakas para lelaki dan motif sisi-sisi jamang (baju) dan motif batik kain yang dibuat para wanita.

Daun pakis/paku jajar memancar pada seni kriya, memancar pada desain, memancar pada penataan taman, memancar pada seni interior dan eksterior tiang-tiang pancang kerajaan, memancar pada kuliner Sunda heubeul yang hidup sampai sekarang.

Saya sangat bangga memasak daun pakis ini. Walau sembarang orang bisa memasaknya dengan sangat lezat, tapi mungkin mereka tidak mempunyai kesadaran akan kesejarahan seperti saya muatkan pada masakan saya. Inilah mungkin yang disebut muatan semiotik yang dikatakan Barthes sebagai pemaknaan mendalam.


Bumbu-bumbu saya racik sendiri, bumbu khusus sambel cikur ditambah potongan ikan asin jambal Pangandaran, pertemuan gunung dan lautan saya aduk di wajan.

Ya, untuk jurumasak tak berpengalaman dan jarang masak seperti saya, sajian akhir sayur pakis ini, menjadi lumayanlah. Walaupun kata dahuan, daun pakis ini ditumis biasa juga enak, apalagi ditambah udang dan dibanjur santan, tentu sedap sekali.
Sayangnya di dapur tidak ada combrang. Kalau ada, lengkap sudah kuliner purba dimasak dengan bumbu purba juga --combrang dalam sastra Sunda kuno adalah tanaman bumbu yang diperebutkan paman Lengser Kerajaan Pajajaran dan Lengser Kerajaan Muaraberes, karena istri raja dari kedua kerajaan tersebut sedang hamil muda dan mengidamkannya untuk membumbui rujak.

Yang terpenting dari semua ini, saya mempunyai kesadaran dalam aktivitas saya. Kesadaran sejarah dan budaya, mungkin. Dan kesadaran itu pula yang membuat masakan saya lebih bernilai walau kata Si Akang, sayur pakis saya rasanya sedikit sama dengan rasa air laut Pangandaran.

(*) Chye Retty Isnendes, Sastrawan Sunda dari Tribun Jabar 



#




Anda mempunyai konten untuk ditayangkan di myPangandaran.com dan jaringannya seperti berita, opini, kolom, artikel, berita foto, video, release Perusahaan atau informasi tempat bisnis di Pangandaran. Kirimkan tulisan anda melalui Kontribusi dari Anda
Banner Header

Berikan Komentar Via Facebook

Wisata dan Kuliner Lainnya
Tarawih Keliling Pejabat Pemda Kabupaten Pangandaran
Tarawih Keliling Pejabat Pemda Kabupaten Pangandaran
Rabu, 08 Juli 2015 09:41 WIB
Mengemban tugas sebagai pejabat bupati sementara sebelum Pangandaran memiliki bupati tetap dengan tugas pokok guna mengawal berjalanya pemilihan bupati pada bulan Desember mendatang, bulan Ramadhan di manfaatkan oleh Pejabat pemerintah daerah dan bupati Pjs Bpk. Daud Achmad untuk melakukan solialisasi.
Berenang Bikin IQ Tinggi
Berenang Bikin IQ Tinggi
Jum'at, 30 April 2010 06:44 WIB
Hasil penelitian di Melbourne, Australia, menunjukkan, secara statistis IQ anak-anak yang diajarkan berenang sejak bayi lebih tinggi ketimbang anak-anak yang tak diajarkan berenang atau diajarkan berenang setelah usia 5 tahun. Anak-anak tersebut diukur IQ-nya ketika mereka berusia 10 tahun. Tak hanya itu, pertumbuhan fisik, emosional dan sosialnya pun lebih baik.
Surga Dunia Banget Di Green Canyon
Surga Dunia Banget Di Green Canyon
Rabu, 01 Februari 2012 08:35 WIB
Green Canyon. Meski namanya berbau bule, warga Ciamis, Jawa Barat menyebutnya Cukang Taneuh alias Jembatan Tanah. Susuri kawasan ini dengan perahu dan kagumi pesona hijaunya.
Mau booking hotel, penginapan, travel dan tour? call 0265-639380 atau klik disini