Produksi udang lobster di Kabupaten Pangandaran mengalami peningkatan signifikan setelah sebelumnya menurun akibat penangkapan baby lobster yang tinggi.
Analis Pengelola Produksi Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Kabupaten Pangandaran, Mega, menyatakan bahwa produksi udang lobster konsumsi di Pangandaran meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut catatan, pada tahun 2021, produksi udang lobster mencapai 1.600 kilogram, kemudian turun menjadi 1.200 kilogram pada tahun 2022. Di tahun 2023, produksi lobster merosot tajam hingga hanya 295 kilogram.
"Namun di tahun 2024, sampai dengan bulan April ini, produksi udang lobster meningkat menjadi 2.300 kilogram," ungkap Mega kepada Radartasik.id, Jumat, 7 Juni 2024.
Mega menjelaskan bahwa produksi udang lobster sempat menurun drastis bersamaan dengan tingginya penangkapan baby lobster yang bernilai ekonomis tinggi. Baby lobster menjadi primadona bagi nelayan karena harganya yang bisa mencapai belasan ribu rupiah per ekor, tergantung ukurannya.
Selama ini, DKPKP berfungsi sebagai pembina dan pengawas dalam aktivitas penangkapan baby lobster, sementara penindakan dilakukan oleh TNI AL dan Polri. Setelah ada tindakan terhadap penangkapan baby lobster, DKPKP melakukan pembinaan.
DKPKP juga sering dilibatkan dalam patroli penangkapan baby lobster. Mega mengindikasikan bahwa tren penangkapan baby lobster mungkin sedang menurun.
Penangkapan baby lobster untuk tujuan budidaya masih diperbolehkan dengan aturan yang sangat ketat, termasuk rekomendasi dari pemerintah setempat dan kejelasan legalitas kerja sama untuk ekspor ke luar negeri.
Sejauh ini, belum ada pembudidaya atau pihak yang mengajukan izin untuk ekspor di Kabupaten Pangandaran. Nelayan yang ingin menangkap baby lobster harus melalui proses perizinan yang ketat.
Saat ini, jenis lobster konsumsi yang paling banyak di Kabupaten Pangandaran adalah jenis mutiara dan pasir, dengan harga yang bisa mencapai jutaan rupiah tergantung ukuran.