 
        Pangandaran,myPangandaran.com-Pemerintah diminta berhati-hati dalam penggunaan dana bencana. 
Dikhawatirkan kucuran dana besar dari APBN akan memancing koruptor untuk
mengemplang dana itu."Bantuan bencana harus bebas korupsi," kata anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat dalam siaran pers, Minggu (7/11/2010).
Pemerintah,
lanjut Martin, telah mengeluarkan biaya cukup besar untuk 
penanggulangan bencana. Dan belajar dari kejadian-kejadian lalu, di mana
dana-dana untuk membantu para korban sering dikorupsi dan 
disalahgunakan, ada baiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 
mengumumkan tindakan tegas bagi mereka yang mengkorup dana bencana.
"Aparat
atau siapapun yang masih tega mengkorup bantuan-bantuan tersebut di 
atas penderitaan orang lain pantas dihukum berat, kalau perlu diancam 
dihukum mati," tegas Martin. Selain dana pemerintah, dia juga mengingatkan perlunya, audit bagi institusi non pemerintah yang mengumpulkan dana dari publik.
"Begitu
juga terhadap institusi non pemerintah lainnya harus dibuat  pengawasan
yang efektif agar transparan dalam pertanggungjawabannya. Dana-dana 
yang dikumpulkan masyarakat itu juga harus diaudit, sebab itu uang 
rakyat yang dikumpulkan atas nama bencana alam," tutupnya.
Sebelumnya diketahui,  KPK pernah mengusut kasus korupsi dalam pengelolaan dana bantuan tsunami di Pangandaran, Jawa Barat. Dua
pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Jabar sebelumnya dijatuhi hukuman 
pidana penjara selama 2 tahun. Keduanya juga diminta untuk membayar 
denda sebesar Rp 50 juta dan uang pengganti sebesar Rp 570 juta.
Kasus ini bermula dari rencana Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar berencana
membuka tender untuk pengadaan mesin, kapal, alat tangkap dan rumpon 
sebagai bantuan bagi nelayan korban tsunami di Jawa Barat tahun 2006. 
Namun terjadi penunjukan langsung dan penyuapan saat proses tender 
berlangsung. Belakangan diketahui Ade selaku ketua panitia 
pengadaan barang dan Asep selaku kuasa pengguna anggaran, menerima 
masing-masing Rp 550 juta dari perusahaan peserta tender milik David K 
Wiranata. (DetikCom)
