Pangandaran,myPangandaran.com-PENAMPILANNYA mirip coboy di luar negeri. Memakai topi
kulit dan rompi. Namun ia tidak ditemani kuda seperti coboy pada
umumnya melainkan sepeda onthel dan seekor anjing.Begitu pula hewan
yang digembalanya, bukan sapi melainkan kambing. Sementara senjatanya
bukan pistol tapi sebuah peluit yang selalu menggantung di dadanya.
Lelaki
itu bernama Budi Suswoyo (40), warga RT 06/02 Bulak Laut Pangandaran.
Setiap hari Budi mengembala kambing-kambingnya di kawasan Pantai
Pamugaran, Pangandaran.Ada yang unik dari cara Budi mengembala
kambing. Selain menggunakan isyarat tangan juga menggunakan peluit
untuk memberikan perintah kepada hewan peliharaannya. “Semua kambing
patuh sama perintah saya,” ungkapnya kepada Radar saat ditemui di
pesisir pantai.
Menurut dia, kambing-kambing tersebut hanya patuh
kepada perintahnya. Jika orang lain yang memberikan perintah,
kambing-kambing tersebut tidak akan menghiraukannya.Radar pun
penasaran dan mencoba memberikanperintah dengan meniru isyarat seperti
yang dilakukan Budi sambil membunyikan peluit. Ternyata memang benar,
perintah tersebut sama sekali dihiraukan.
Biasanya, Budi mengembala
kambing-kambingnya siang hari hingga menjelang sore di kawasan Pantai
Pamugaran yang banyak terdapat lahan kosong dan rumput. “Alhamdulillah
sepanjang pantai di sini (Pamugaran) masih banyak rumputnya. Jadi,
untuk kambing, saya tidak susah-susah cari rumput,” ujarnya.
Namun,
ia selalu mengawasi kambing-kambingnya agar tidak memakan tanaman yang
sengaja di tanam pemerintah maupun masyarakat. Seperti pohon ketapang,
borogondolo dan tanaman lainnya.Diceritakan, pekerjaan menggembala
kambing sudah dilakoni sekitar 10 tahun atau sejak berumah tangga. Ia
tertarik memelihara kambing setelah melihat tetangganya sukses menjadi
juragan kambing. “Awalnya, saya punya enam ekor kambing, satu jantan
lima betina. Alhamdulillah terus beranak sampai puluhan ekor,” tuturnya.
Dua
tahun kemudian, sambung dia, jerih payahnya mengembala kambing sedikit
terbayar. Sejak saat itu Budi bisa menjual kambing untuk kebutuhan
keluarga. “Biasanya saya jual kambing kalau keluarga butuh biaya
hidup,” tuturnya.Dalam kandang sederhana berukuran 6 x 5 meter,
saat ini Budi memiliki 80 ekor kambing. Hewan itu dipeliharanya
pasca-tsunami 2006. “Waktu tsunami, semua kambing hilang. Saat itu ada
sekitar 26 ekor. Kebetulan waktu kejadian saya juga lagi di pantai sama
kambing saya. Untung saja saya bisa menyelamatkan diri naik pohon
kelapa,” ungkapnya.
Meskipun harus rela kehilangan ibunya dalam
musibah tersebut, Budi masih Beruntung. Istrinya yang saat itu sedang
hamil tua dan seorang putrinya berhasil selamat. “Saya masih bersyukur
istri dan anak saya selamat, walaupun istri saya waktu itu harus
melahirkan di tenda pengungsian,” tuturnya.
Sumber RadarTasikmalaya