Pangandaran,myPangandaran.com-
Maskapai carteran, Susi Air, tidak mau menunggu terlalu lama calon-calon pilot di sekolah penerbangan. Untuk memenuhi kebutuhan akan penerbang, maskapai yang bermarkas di tepian Pantai Pangandaran itu mengimpor pilot-pilot asing, yang rata-rata berlisensi CPL (commercial pilot license).
"Saya kan orang Indonesia tulen yang tidak berpembicara/" target="_blank">pendidikan tinggi, tapi bisa memerintah pilot-pilot bule. Itu kan hebat," ujar pemilik maskapai penerbangan Susi Air, Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu. Menurut dia, hal tersebut justru menjadi kebanggaan tersendiri bagi dirinya dan tentu saja bangsa Indonesia.
Di sisi lain, Susi menyatakan mengimpor pilot dari luar negeri karena terpaksa. Bagaimana tidak, setiap tahun lulusan STPI Curug selalu habis karena diborong maskapai-maskapai besar. Sementara itu, pasokan pilot dari sekolah penerbang lain belum banyak. "Karena itu, mau tidak mau, saya harus mencari pilot-pilot yang siap kerja, yang bisa menerbangkan pesawat," ucap dia.
Menurut dia, pasokan pilot dari dalam negeri perlu ditambah jika Indonesia tidak ingin lebih banyak penerbang asing yang bekerja di tanah air. Sebab, pada dasarnya, pemilik maskapai harus tetap mengedepankan kepentingan bisnis dalam memenuhi kebutuhan akan pilot. "Saya punya 50 pesawat. Seluruhnya harus terbang. Kalau tidak, saya bisa rugi," lanjut dia.
Rata-rata pilot yang digunakan oleh Susi Air berlisensi CPL. Itu merupakan lisensi terendah bagi pilot untuk menerbangkan pesawat komersial kecil tanpa kru kabin. Pilot berlisensi CPL biasanya digunakan oleh maskapai sewa, juga perusahaan penyemprotan kebun, pemadaman api, atau pemotretan udara. Sayang, Susi enggan mengatakan berapa dirinya menggaji pilot-pilot itu.
Namun, berdasar pengamatan Jawa Pos saat mengunjungi markas Susi Air, pilot-pilot bule tersebut sangat patuh dan taat kepada perintah-perintah Susi. Menurut dia, rata-rata pilot asing memang tidak jaim (jaga image) dalam menjalankan tugas. Contohnya, mereka tidak segan-segan membersihkan sendiri pesawat yang digunakan saat tiba di landasan. "Bahkan, mereka kadang saya suruh angkat-angkat koper," ucap Susi sambil tertawa.
Mempekerjakan pilot bule, menurut dia, terkadang lebih mudah daripada mempekerjakan penerbang lokal. Sebab, pilot-pilot bule itu lebih berani berterus terang dan mengkritisi apa pun jika tidak sesuai dengan hati mereka. Sangat jauh berbeda dengan pilot lokal, yang cenderung menutupi kekecewaan. "Saya lebih senang yang terus terang begitu. Jadi, kalau memang keputusan saya nggak benar, ya diingatkan," papar dia.
Susi saat ini mempekerjakan 95 pilot asing. Namun, untuk daerah dengan kondisi geografis sulit, dia memilih pilot yang sudah memiliki ribuan jam terbang. Dia menyadari, tidak sedikit pilotnya yang hengkang ke maskapai lain setelah memiliki jam terbang yang cukup. Untuk bekerja di maskapai besar, setidaknya pilot harus sudah memiliki 1.500 jam terbang. "Paling di sini dua-tiga tahun. Sebab, pada dasarnya, semua pilot memang ingin bekerja di maskapai besar," jelas dia.