Pangandaran,myPangandaran.com-Sejak tahun 2006 Hendra Sudrajat (33) warga asal Cikabuyutan Timur Kota
Banjar menetap bersama istrinya di Dusun Bojongaren RT 02/04 Desa Pager
Gunung Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis.
Belakangan ini ia
merasakan kesedihan cukup mendalam. Sebab, keluarga Eyo Ruhiyat (alm)
dan Ee Nurlaeni (60) yang merawatnya dari kecil hingga dewasa ternyata
bukan bapak dan ibu kandungnya sendiri. Hendra yang
kerap dipanggil Eeng menceritakan kisah hidupnya yang memilukan itu.
Kata dia, sejak lahir dirinya hidup dengan penuh kasih sayang dari Ee
dan Eyo, pensiunan TNI AD di Cikabuyutan Timur RT 02/13 Kecamatan
Pataruman Kota Banjar.
Ia tinggal bersama saudara angkatnya, Engkus
dan Toto Kusmanto. Sejak kecil hingga dewasa Hendra tak pernah curiga
dengan sikap kedua orang tuanya. “Boro-boro saya curiga kalau saya anak
angkat, kepikiran saja nggak sama sekali,” ungkap dia. Setelah tujuh
hari Eyo meninggal dunia --tahun 2006-- terlontarlah pernyataan
mengejutkan dari Ee. “Waktu itu saya masih ingat sehabis tahlilan bapak,
tiba-tiba saja ibu berbicara kepada saya dan istri serta keluarga
lainnya. Dengan sangat hati-hati sekali ibu bilang kalau saya bukan
anaknya,” kisah dia.
Waktu itu, Hendra berpikir bahwa Ee masih shock
ditinggal bapak. “Saya tak menghiraukan ucapannya. Tapi beberapa kali
ibu bilang hal yang sama. Saya pun kaget luar biasa dan hampir tak
percaya,” terang pria yang sehari hari bekerja sebagai sales makanan
ringan itu. Akhirnya, Hendra menanyakan nama kedua orang tua
kandungnya. “Ibu bilang itu kenyataan sesungguhnya. Saya ternyata putra
dari perempuan asal Tasikmalaya yang bernama Enok Sayang Ibu tak tahu
alamatnya. Kalau ditanya, ibu hanya bilang, kalau ibu saya tinggal di
Tasik, nggak jelas Tasik-nya dimana?” tuturnya.
Pernyataan Ee
diperkuat dengan kesaksian kakak angkatnya, Engkus yang saat ini tinggal
di Garut. Diceritakan Hendra, Engkus sempat melihat sehelai kertas
seperti surat keterangan yang di dalamnya ada tulisan Enok Nurnasihah.
“Tapi katanya sekarang (Engkus, red) tidak ingat apa isi surat itu,”
papar dia.
Saat usia Hendra tujuh tahun, kata Hendra, Engkus pernah
mendengar orang bernama Enok datang ke rumah Ee untuk menebus Hendra.
Namun Ee tak mengizinkan. “Mengenai kebenaran informasi itu belum
ditanya sama ibu. Saya takut ibu tersinggung,” ungkapnya. Pernyataan
ibunya juga diperkuat tetangganya, Ano Suseno (65), ketua RT 02 saat
itu. Selama tinggal satu lingkungan, Ano belum pernah melihat ibu Ee
mengandung. Saat Hendra bayi, Eyo sedang berada di Timor Timur.
Dengan
berbagai informasi itu, keyakinan Hendra bukan anak kandung Ee saat ini
semakin kuat. Apalagi Ee menyarankan Hendara untuk menemui seorang
dukun bayi bernama Yoyoh (80) di Tanjung Sukur, tepatnya di belakang
Polsek Pataruman. Dari dukun beranak yang sudah mulai pikun itu,
Hendra tak mendapatkan informasi banyak. Karena yang lebih mengetahui
sejarah Hendra adalah suaminya, Encun. Sayangnya Encun telah meninggal
dunia. Dan, dari dukun bayi tersebut, ada perbedaan nama belakang
ibunya. Ibu kandung Hendra menurut Yoyoh bernama Enok Nurjanah. Namun
lagi-lagi paraji itu tidak tahu alamat jelasnya.
“Katanya yang tahu
persis mah suaminya. Tapi sudah nggak ada (meninggal). Hanya saja paraji
itu menyebut-nyebut daerah Panglayungan sama Padayungan. Kata paraji,
wajah ibu saya mirip sama saya,” tutur Hendra. Yoyoh mengatakan tidak
tahu persis permasalahan saat itu. Namun setelah Enok melahirkan ada
dua orang yang ingin mengadopsi bayinya. Ternyata Hendra kecil lebih
memilih berada dipelukan Ee. “Nggak jelas alasannya, apakah saya anak
haram atau hasil hubungan yang tidak direstui orang tua,” jelas Hendra.
Yoyoh
juga menyebut-nyebut nama ajengan Ali yang katanya kakek Hendra. “Kata
paraji (dukun beranak), kakek saya ajengan Ali, pemilik pesantren tapi
nggak tahu nama dan alamatnya, terus ibu kandung saya juga mengajar di
pesantren itu,” jelasnya. Sejak itu, Hendra terus mencari tahu siapa
orang tua kandungnya. Berkali-kali ia ke Tasikmalaya untuk mencari kedua
orang tua kandungnya namun tak kunjung berhasil. Hingga satu saat ia
tak sengaja melihat koran salah satu koran asal Tasikmalaya di Pangandaran dan
memutuskan untuk menelepon ke nomor kantor redaksi untuk meminta
bantuan. Bahkan Hendra menyempatkan datang ke kantor koran
di Jalan SL Tobing Tasikmalaya.
Hendra berharap bisa bertemu dengan
orang tua kandungnya. “Saya hanya ingin tahu saja, kalaupun orang tua
kandung saya tidak menerima saya itu mungkin sudah takdir saya, saya
terima,” ungkapnya.
Hendra sangat menyesali minimnya informasi yang
ia dapatkan dari keluarga dan saksi hidup saat itu. Foto semasa kecil
saat ini dibawa kemanapun pergi. “Ini foto saya kecil, makanya saya
bawa kemanapun saya pergi. Mungkin suatu saat nanti orang tua saya kalau
memang ditemukan dan mau menemui saya, ingin melihat saya waktu kecil
seperti apa, ada buktinya,” pungkas dia.
Sumber RadarTasikmalaya