Seperti tempat wisata pada umumnya, Pangandaran menjadi salah satu tempat yang dipadati oleh orang rantau dari berbagai daerah terlebih lagi di kawasan wisatanya, salah satunya dari Sumatera Barat atau Padang. Banyak masyarakat daerah asal Sumatera Barat mencari uang di daerah Pangandaran dengan bermata pencaharian mulai dari usaha pakaian hingga makanan khas daerah mereka.
Tak dapat dipungkiri, makanan khas Padang kini telah diketahui oleh banyak orang. Bukan hanya masyarakat Indonesia saja yang mengetahui akan makanan khas Padang, tetapi masyakarat luar Indonesia pun ada beberapa yang mengetahui makanan khas Padang ini. Bahkan, ada beberapa orang yang menyukai makanan Padang. Hal tersebut yang membuat banyaknya orang Minang berjualan makanan khas daerah mereka.
Orang Minang Berjualan Makanan daerah mereka
Pangandaran menjadi target semua orang untuk mencari penghasilan terutama orang Minang. Mereka memanfaatkan tempat wisata ini untuk berjualan makanan khas daerah Padang. Semua orang pasti menyukai makanan daerah Padang. Bahkan, banyak sekali rumah makan Padang di setiap daerah. Jadi, tidak heran jika ada rumah makan Padang di Pangandaran.
Ada beberapa orang Minang yang berjualan masakan Padang di daerah Pangandaran. Bukan hanya satu dua orang saja, tetapi ada beberapa rumah makan Padang di Pangandaran. Saya pun berkunjung ke beberapa rumah makan Padang yang pemiliknya memang sudah lama tinggal di Pangandaran.
Santo merupakan pemilik rumah makan Padang yang bernama RM Sago sudah berdiri sejak tahun 1980-an, ia melanjutkan usaha mertuanya. Begitu pun dengan Nurhayati pemilik rumah makan Padang yang bernama RM Salero Mande yang berdiri sejak 18 tahun yang lalu dan ia melanjutkan usaha rumah makan ini dari sang ayah.
Rempah-Rempah Pangandaran Sulit
Santo pemilik rumah makan Padang yang berada di daerah Pantai Barat Pangandaran. Ia berasal dari kota Tasikmalaya dan melanjutkan rumah makan Padang ini dari sang mertua, Uti Burhan yang merupakan orang asli Minang. Rumah makan Padang ini berdiri sejak tahun 1980-an. Pada saat itu belum ada rumah makan Padang di daerah wisata Pangandaran. Rumah makan Padang Sago ini merupakan pelopor RM Padang di daerah Pangandaran. Kemudian pada tahun 2000-an Santo melanjutkan usaha RM Padang ini dari sang mertua.
“Kalau mertua buka dari tahun 80-an, saya melanjutkan dari tahun 2000,” ujar Santo.
Untuk chef atau yang memasak dalam RM Padang Sago adalah Santo sendiri tetapi tetap dengan resep turun temurun dari mertua.
“Kalau yang masak si saya cuma resep kan dari bapak, saya kan bukan orang Padang,” ungkap Santo.
Santo pun mengenang keantusiasan warga pada RM Padang Sago ini, dimana pada saat itu bisa dibilang ramai pembeli, sebab tidak ada lagi RM Padang selain RM Padang Sago. Keantusiasan tersebut tentu saja bukan hanya dari wisatawan, namun masyarakat lokal juga turut antusias dengan adanya RM Padang Sago ini.
Banyaknya peminat RM Padang di daerah wisata Pangandaran menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah masakan dan tentunya membutuhkan lebih banyak rempah-rempah yang digunakan untuk masak. Santo pun mengeluh akan ketersediaan rempah-rempah yang ada di daerah Pangandaran.
“Rempah-rempah beli disini mah saya ga kuat mahal paling saya belinya dari luar,” ujar Santo.
Menurut santo harga rempah-rempah setiap pasar yang ada di daerah Pangandaran berbeda-beda.
“Apalagi pasar di Pangandaran beda dengan pasar yang lain seperti Pasar Parigi, Pasar Kalipucang sudah beda harganya,” kata Santo.
Terlebih menjelang tahun baru, harga rempah-rempah di setiap daerah mengalami peningkatan. Santo tentunya mempunyai solusi agar tidak kehabisan rempah-rempah ketika terjadi kenaikan harga, yaitu dengan restok rempah-rempah dengan jumlah yang banyak agar memiliki ketersediaan yang cukup selama kenaikan harga rempah-rempah terjadi.
“Kalau dulu mah, kalau mau lebaran atau tahun baru saya suka belanja keluar misalkan seminggu lagi mau lebaran apa seminggu lagi mau tahun baru saya larinya ke Tasik atau engga ke Jawa beli cabe beli bawang,” ungkap Santo.
Sejak adanya covid-19 menyebabkan penurunan pembeli, sehingga sulit untuk restok rempah-rempah dalam jumlah yang besar.
“Kalau sekarang mah ya kondisi jangankan buat belanja banyak buat belanja sedikit juga susah.” Kata Santo.
Perbandingan harga rempah-rempah dari Pangandaran dengan luar Pangandaran sangatlah berbeda jauh. Itu yang membuat Santo sedikit mengeluh terkait rempah-rempah. Masakan Padang sangat terkenal kaya akan rempah-rempahnya, sehingga jika berkurang sedikit rempah-rempah rasanya pun akan berbeda.
Komunitas Orang Padang di Pangandaran
Setiap masyakarat yang hidup di perantauan pasti memiliki sebuah komunitas atau organisasi asal tempat tinggal mereka. Dengan adanya komunitas tersebut mereka dapat menemukan keluarga di daerah perantauan.
Nurhayati pemilik rumah makan Padang Selero Mande, mengikuti sebuah komunitas asal daerahnya untuk mempererat rasa kekeluargaan selama hidup di perantauan. Nama komunitas itu adalah IKM (Ikatan Keluarga Minang).
“Ada komunitas, bukan hanya dari rumah makan Padang aja, orang padang yang tinggal di Pangandaran pun masuk ke dalam komunitas,” kata Nurhayati.
Ikatan Keluarga Minang sudah ada sejak lama mulai dari Nurhayati mendirikan rumah makan Padang.
“IKM ini sudah ada sejak lama.” Ujar Nurhayati.
Ia tidak menjelaskan dari tahun berapa komunitas IKM ini berdiri, namun Nurhayati mengatakan bahwa IKM ini sudah ada dari lama.
Dengan adanya komunitas untuk Minang yang hidup merantau khususnya di daerah Pangandaran, mereka lebih merasa bahwa mereka punya keluarga di daerah perantauan walaupun tidak sedarah ataupun kenal sebelumnya. Komunitas ini dapat memberikan penguatan terhadap masyarakat yang hidup di perantauan dan mempunyai tempat yang dapat menjadikannya pulang ke kampung halaman.
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Padjajaran Kampus Pangandaran