Kang Otong mampir di rumah Kabayan. Sodara jauh Kabayan itu selama ini tinggal di Ciamis jadi petani kelapa dan pengrajin minyak kelapa berikut produk turunannya; galendo yang harganya lebih menguntungkan ketimbang minyak atau bahkan buah kelapanya sendiri. Galendo Ciamis yang terkenal manis banyak dibuat sebagai oleh-oleh, baik dimakan langsung, dibuat bahan makanan kue, atau dipakai bumbu masakan. Kang Otong sendiri tak lupa membawa oleh-oleh khas itu saat berkunjung ke rumah Kabayan. Sayangnya dari empat gebleg galendo yang dibawa Kang Otong, tiga diantaranya langsung diangkut si Abah ke rumahnya…
Tapi Kang Otong membawa cerita lain yang lebih menarik ketimbang kisah galendo itu; yakni –lagi-lagi– pemekaran wilayah Kabupaten Ciamis, kabupaten paling selatan dan timur (tenggara) Jawa Barat itu. Setelah lima tahunan lalu Kota Banjar lepas menjadi wilayah otonom sendiri, sekarang giliran wilayah selatan Kabupaten Ciamis yang melepaskan diri –bahasa politiknya pemekaran, yakni Kabupaten Pangandaran.
“Sekarang Pangandaran sudah gudbay… jadi kabupaten sendiri..” buka Kang Otong. Menurutnya, tanggal 25 Oktober besok, Undang-Undang pembentukan Kabupaten Pangandaran akan diresmikan bersama dengan beberapa daerah baru, yakni Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Manokwari Selatan dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat, juga Kabupaten Pesisir Barat di Lampung. “Kalau Pangandaran lepas dari Ciamis, nggak tau apa yang bisa diandalkan dan dibanggakan lagi dari Ciamis. Dulu kita masih bisa bangga dengan Pantai Pangandaran dan juga pantai lain di sekitarnya, ditambah lagi dengan wisata Cukang Taneuh alias grin kenyon (green canyon) yang jadi primadona Ciamis…” sambung Kang Otong.
“Memangnya sudah resmi Kang? Daerah mana saja yang ikut Pangandaran?” tanya Kabayan. “Ya resmi, tinggal ketok palu. Wilayahnya ya bagian selatan Ciamis dulu, ada Kecamatan Pangandaran, Langkaplancar, Cigugur, Cimerak, Parigi, Cijulang, Mangunjaya, Kalipucang, Sidamulih, terus Padaherang…” jawab Kang Otong.
“Memangnya kenapa kalau Pangandaran jadi kabupaten sendiri? Bukannya bagus, supaya daerahnya berkembang?” tanya Kabayan lagi. “Ya bagi Pangandaran itu bagus, pembangunan di wilayahnya bakalan meningkat, apalagi selama ini, kata orang sana, pembangunan Ciamis bagian selatan kurang diperhatikan, padahal wilayah selatan itu menyumbang peade (PAD) yang besar, terutama dari pariwisata. Kalau mereka berdiri sendiri, mereka bisa jadi kabupaten yang maju dengan mengelola pariwisatanya yang selama ini jadi andalan Ciamis…” jawab Kang Otong.
“Ke, Kang Otong kok kayaknya nggak rido kalau Pangandaran lepas dari Ciamis?” selidik Kabayan. Kang Otong nyengir pahit, “Bukannya nggak rido Yan, tapi selama ini andalan Ciamis itu ya cuma Pangandaran dan wisata lain di wilayah selatan. Kalau pisah, di sektor wisata saja paling hanya tinggal Astana Gede Kawali, Karang Kamulyan, Situ Panjalu, yang semuanya belum banyak sumbangannya. Ditinggal Banjar jadi kota sendiri saja orang Ciamis sudah pada sirik, soalnya pembangunan di Banjar jauh lebih maju, jalannya mulus, sementara di Ciamis, jalan kotanya saja banyak yang ancur, apalagi ke luar kota, kayak ke Salakaria, kampung saya, waah ancur pisan jalannya, padahal cuma 12 kilo dari kota. Apalagi yang jauh kayak di selatan itu, pantes saja kalo mereka minta cerai!” jawab Kang Otong.
“Jadi masalahnya apa kalau Pangandaran pisah dari Ciamis?” tanya Kabayan lagi. “Ya masalahnya banyak, punya Pangandaran saja Ciamis nggak maju-maju, apalagi tanpa Pangandaran. Lihat saja nanti, pemekaran itu bakal membuat Pangandaran maju seperti Banjar, sementara Ciamis makin susah, nggak punya andalan apa-apa lagi…” kata Kang Otong lagi.
“Kan masih ada penghasilan lain, pertanian misalnya, peternakan?” tanya Kabayan. “Pertanian apa? Perhatian pemerintahnya kurang. Di Ciamis itu kelapa banyak, tapi harga sebutir kelapa paling tinggi 500 perak, lainnya nggak ada yang bisa diandalkan, paling perikanan darat sama ternak ayam… itu juga kurang diperhatikan, jalanan butut begitu pas ngangkut ayam keburu mati di jalan. Banyak buah juga, tapi yang untung banyak makelar, bukan petaninya….” jawab Kang Otong dengan nada masih sewot. “Pembangunan sarana di Ciamis mah nggak keliatan hasilnya, jadi petani juga susah majunya…”
“Memangnya nggak punya dana pembangunan?” tanya Kabayan lagi. “Nggak tau atuh pada kemana. Kalau buat pilkada tahun depan saja katanya anggarannya nyampe 50 milyar lebih, tapi buat benerin jalan harus nunggu bertahun-tahun. Bingung saya mah…” kata Kang Otong lagi. “Beda pisan sama tetangga kayak Tasik dan Banjar yang sudah maju dan berkembang…” sambungnya.
“Jadi beneran sirik nih Pangandaran lepas dari Ciamis?” pancing Kabayan. Kang Otong nyengir lagi sambil garuk-garuk kepala, “Bukan soal sirik atau enggak Yan. Tapi saya mah bingung dengan kebijakan pemekaranteh, banyak kasus wilayah yang dimekarkan, baik induk maupun yang baru sama-sama sengsara. Tuh liat Lebak atau Pandeglang yang sekarang ikut Banten, semangat misah dari Jawa Barat, buktinya tetep nggak maju karena pembangunannya tetep saja di utara, sekitar Tangerang sampe ke Serang dan Cilegon. Jadi menurut saya mah untuk menjawab persoalan ketertinggalan pembangunan kalau ada teh bukan selalu dengan pemekaran, tapi dengan pemerataan dan terutama pengelolaan yang baik. Percuma saja kabupaten dipecah jadi tiga atau seratus, kalau pemerintahannya tetep nggak beres. Yang ada malah nambahin ongkos administrasi pemerintahan, gaji bupati, gaji anggota dewan, gaji pegawai, biaya pilkada…”
“Jadi bukan sirik nih?” tanya Kabayan lagi. Kang Otong langsung sewot, “Bukan Yan, sumpah. Tapi saya galau mikir nasib kabupaten saya nantinya, Ciamis, mau jadi kaya apa nantinya…” jawabnya. “Berarti sirik dong, takut yang lain lebih maju!” goda Kabayan. Kang Otong cengengesan, “Yaah mungkin juga sih…” jawab Kang Otong.
Lagi asyik ngobrol, Nyi Iteung datang membawa suguhan minum, “Ngomongin apa ini teh, serius banget?” tanya Iteung. “Ini Teung, Pangandaran mau jadi kabupaten sendiri…” jawab Kang Otong. Iteung melirik, “Oooh, misah kabupaten.. biarin aja atuh misah kabupaten mah, asal jangan misah negara. Kalau misah negara baru repot, mau berenang di Pangandaran harus ngurus pisa (visa) sama pasword (paspor) dulu…” katanya.
Kabayan dan Kang Otong saling melirik, hehe… bener juga kata si Iteung… “Ya kalau begitu mah selamat buat warga Pangandaran, semoga perpisahan ini membawa berkah bagi semuanya, baik yang meninggalkan maupun yang ditinggalkan…” kata Kang Otong. Kabayan melirik, “Komentarnya kayak orang cerai beneran nih Kang…” kata Kabayan. Kang Otong nyengir.
*) Penulis adalah Alip Yog Kunandar alias Kang Alip, Berbagi ilmu di Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Dedengkot Komunitas IDEKATA Yogyakarta. Alumnus Peace and Conflict Journalism Network. Menyukai sosok si Kabayan, tapi tidak ingin jadi si Kabayan dan Penulis di kompasiana.com/alipyog dan mempersilahkan artikelnya dimuat di mypangandaran.com dengan penambahan beberapa kata pada judul