Kisruh Keramba Jaring Apung di Pantai Timur Pangandaran, Ketua DPRD Soroti Tumpang Tindih Tata Ruang
Oleh Amin Pnd | Jum'at, 18 Juli 2025 09:12 WIB | 29 Views
PANGANDARAN – Polemik pemasangan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Pantai Timur Pangandaran terus berlanjut. Jumat (18/7/2025), Ketua DPRD Kabupaten Pangandaran Asep Noordin turun langsung ke lokasi untuk meninjau dampak dari keberadaan KJA yang belakangan menuai sorotan masyarakat.
Turut serta dalam kunjungan tersebut sejumlah pejabat dari Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Kabupaten Pangandaran, Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), serta instansi terkait lainnya. Mereka meninjau langsung titik koordinat pemasangan KJA dan mengamati dampaknya terhadap lingkungan hidup, aktivitas nelayan, serta wisata air di kawasan tersebut.
"Hari ini saya melihat langsung pemasangan KJA yang dilakukan oleh salah satu perusahaan. Saya ingin mengetahui titik lokasinya, termasuk kedalamannya, dan sebagainya," ujar Asep Noordin kepada wartawan di lokasi.
Dari hasil peninjauan di lapangan, Asep menyimpulkan bahwa telah terjadi tumpang tindih penggunaan ruang di wilayah tersebut. Ia menyoroti tumpukan aktivitas konservasi, wisata, dan nelayan yang berada dalam satu titik, sehingga berpotensi memunculkan konflik sosial di masyarakat.
"Kalau kita merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), wilayah Pantai Timur Pangandaran memang tidak masuk dalam zona budidaya," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2014 yang mengatur zonasi kawasan pesisir juga menegaskan bahwa zona budidaya ditetapkan berada di wilayah Parigi dan Cijulang, bukan di Pantai Timur Pangandaran.
"Artinya, penempatan KJA di sini tidak sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan. Maka dari itu, perlu ada penyesuaian dan kajian ulang terhadap izin lokasi atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL)," tegas Asep.
Menurutnya, KKPRL bukanlah izin usaha, melainkan izin lokasi yang harus disesuaikan dengan tata ruang. Jika titik koordinat pemasangan KJA bertabrakan dengan zona lain, maka secara aturan KKPRL tersebut tidak boleh dikeluarkan.
"Kami bersama PSDKP tadi menyampaikan, bila memang tidak sesuai, maka KKPRL ini perlu dikaji ulang karena bisa saja prosesnya ada kekeliruan," ujar Asep.
Pihaknya berkomitmen untuk memfasilitasi penyelesaian persoalan ini, demi menjaga kepentingan semua pihak, termasuk masyarakat yang menggantungkan hidup dari aktivitas nelayan dan pariwisata.