Wisata dan Kuliner
Let get lost - Kisah Perjalanan ke Batu Karas

Let get lost - Kisah Perjalanan ke Batu Karas

Suatu pagi gw dapet BBM dr temen Outlander gw bernama Stevie. Yang isinya dia bercerita ada tempat bagus untuk dikunjungi bernama Batu Karas. Maklum dia dan gw juga sama2 penggemar lumpur dan adventure, kita juga kebetulan sama-sama member di klub mobil Land Rover Club Indonesia (LRCI). Saat itu juga gw keinget sepertinya itu tempat sempet disebut di National Geographic Traveler Indonesia. Tempat tersebut berada di daerah Pangandaran, kecamatan Cijulang di propinsi Jawa Barat.

Kebetulan minggu depan gw dapet schedule cuti, lumayanlah buat refreshing setelah fatiq terbang yg padat bulan ini – pikir gw. Langsung nyalain komputer dan browsing sana-sini, ternyata tempat tersebut memang menarik. Menyajikan pantai yg cukup bersih dan dekat dgn obyek wisata Green Canyon. Gw browsing buat tempat menginap. Ada beberapa hotel kecil disana, dan akhirnya gw menetapkan buat milih JavaCove Beach Hotel. Saat reservasi menggunakan kartu kredit, dan saat telfon kesana cukup dilayani dgn baik oleh operator dan recepsionistnya. Gak ketinggalan jg gw buka Google map buat create peta menuju kesana. Menurut perhitungan, perjalanan sejauh 330km kesana membutuhkan waktu sekitar 5-6 jam berkendara dgn mobil. Route yg gw pilih adalah the shortest route. Jakarta – Bandung – Tasikmalaya – Garut – Slawu – Cijulang. Oiya rencana gw saat di Garut – Slawu nanti akan mampir di Kampung Naga.

Pas hari H kita brangkat jam 20.00 krn ada beberapa hal yg mesti diurus. Sayangnya waktu itu kita berangkat tidak bersama si Landy. Dikarenakan ada masalah dikit. :(
Lepas dr Cawang menuju Bandung start jam 20.30. Sempet beberapa saat beristirahat buat makan malem dan mengisi bekal buat ransum di jalanan. Jalan menuju Bandung melalui tol Cipularang cukup lancar malam itu. Dari Bandung lanjut terus menuju Rancaekek – Cicalengka – Leles – Garut – Slawu. Di Slawu kita sempet ngliat tanda menuju Kampung Naga, tapi apa daya kita saat itu jam menunjukkan jam 1.30. “Lusa sajalah mampir ke sini” pikir-ku. Jam 2.00 gw dikejutkan oleh tanda penunjuk bahwa kita berada di Tanjung Jaya. Aga ragu dalam pembacaan peta akhirnya berhasil dengan sukses kita sampai di Tasikmalaya. “Wah nyasar niy gw” dalam hati. Dengan tekat bulat akhirnya kita putuskan untuk tetap mengarah ke Selatan. Dalam perjalanan inilah petualangan gw paling seru seumur hidup gw baru kali ini terjadi. Semakin gw menyusuri jalan tsb, gw semakin masuk ke daerah pegunungan, perbukitan dan berhutan yg sangat amat gelap gulita. Tetep gw konsen nyetir dgn sesekali gw lirik spion. Semuaaaa yg gw liat hanya hitam!!!. Bayangin kalo lampu mati dikamar gelapnya sperti apa. Nah spt itulah gelapnya, hanya ada lampu mobil menyorot jalan gw. Tak terasa akhirnya gw nemu tempat bernama Salopa. Tempat ini sebenernya ada dalan peta navigasi gw. Karena gelapnya jalan dan ketidak pastian, berhasil-lah kita masuk ke dalam hutan untuk kedua kalinya. AGAIN!!! Suasanya nyasar pertama terulang. Gelap, Hutan, Gunung!!! Cuma tanda arah menuju Cikatomas yg ada di sisi jalan. Gw dalam hati cuma berharap jalan berliuk-liuk dalam hutan ini cepat ketemu ujungnya. Tanda kehidupan ada tapi sangat jarang. Rata-rata ada rumah di tiap 5km. Itupun cuma satu atau dua rumah. Cepatlah matahari bersinar.. salah satu harapan gw biar gw sadar bahwa gw memang masih berada di jalan yg bener. Sempet kepikir “Jangan2 gw diputer2 dalam hutan ini oleh penunggu disini”. Tapi nggak lah selama gw konsen dan tdk ada niat macem2. Yes! Cikatomas udah gw temuin. Gw lirik lagi jam yg menunjukkan jam 03.30. Masih tetep berkutat dalam jalan berkelok yg tiada ujung. Sebagai gambaran, sebenernya jalan ini cukup halus untuk ukuran daerah ini. Tapi penerangannya NOL BESAR! Cuma ada lampu2 dr rumah penduduk yg jarak nya berkilo-kilo meter. Tetep masih ke arah Selatan gw ketemu Margaluyu. Matahari dah mulai keliatan krn dah mulai Subuh. Sudah mulai keliatan bentuk gunung, perbukitan dan hutan2nya. Alhamdulillah, gw bisa sedikit tersenyum. Dr Margaluyu – Cimanuk – Legok jawa jalanan mulai landai dan jelas. Kiri kanan terhampar sawah2 yang luas. Pendek kata akhirnya gw nemuin Cijulang – Batu Karas. Dan gw sampai di penginapan pukul 8.00.
Yang seharusnya jarak tempuh kesini 331km membengkak jadi 425km. Sisanya nyasar di gunung2 tadi.


Tempat gw menginap di JavaCove cukup mengobati kepanikan gw semalem. Di depan hotel terhampar pantai yg cukup bersih, walau ga berpasir putih. Biasanya turis manca negara kesini di bulan January – April, karena ombaknya menurut cerita cukup asyik buat surfing. Setelah beristirahat, malem kita menikmati wine Chardonay. Hotel tempat gw nginep, menurut gw cukup mendukung perkembangan daerah sekitar. Sebagai contoh, hotel ini selalu menyarankan tamu yg nginep buat makan di warung2 penduduk, trus nyewain sepeda atau motor juga milik penduduk, termasuk untuk permainan air. Jujur, gw salut ada hotel bertaraf internasional yg mau share pendapatan dgn masyarakat sekitar.


Keesokan hari setelah sarapan dengan setangkup roti, kita menyewa kapal untuk berputar – putar disekitaran. Gw sengaja ga mampir ke Green Canyon, krn saat itu musim hujan. Kalau musim hujan air disana kurang indah, ga akan berwarna hijau, melainkan kecoklatan krn bercampur air hujan dan tanah. Untuk sewa boat dikenai biaya Rp.275.000,- untuk berputar-putar di sekitar situ. Disini juga ada permainan air yg lumayan lengkap seperti Banana Boat dsb.

Pesisir Pantai

Batu Payung

Batu Karas

Jam menunjukkan 13.00 akhirnya gw pulang ke Jakarta dgn rute normal yaitu lewat Pangandaran – Banjar – Ciamis. Rute ini memang rute yg pada umumnya diambil jika menggunakan jalur darat.

Java Cove Beach Hotel

Setelah pulang krn penasaran akhirnya dua gunung yg gw sempet nyasar kemarin akhirnya gw cari tu gunung. Dan akhirnya menemukan dua gunung. Yaitu Gunung Tanjung yg pertama gw masukin dan yg kedua adalah Gunung Sari.

Sebagai catatan. Mari kita kembangkan wisata alam Negeri kita Indonesia. Ga perlu yang terlalu jauh dulu, masi banyak deket tempat kita atau daerah kita tinggal yg memiliki potensi alam yg sangat bagus. Apalagi jauh2 ke luar negri. Mari kita cintai alam kita. Kalo bukan kita, siapa lagi yg akan perduli. Kita mulai dr hal2 kecil terlebih dahulu. And let’s go green.

Kesan gw selama jalan kemarin ada beberapa poin penting yg bisa dipertimbangkan. Tempat ini cukup nyaman dan bersih, masyarakatnya sekitar juga ramah, untuk biaya perjalanan dan makan cukup terjangkau dan masuk akal-lah. Harapan gw untuk kedepan, agar tempat ini tetep menjaga kebersihan dan menjaga kelestarian alamnya.

Many thanks for my adviser and partner in LRCI Stevie Chandra (The Outlander Indonesia) (Keep exploring bro..), and Ayyi as my Navigator (Makasiy nyasarnya.. Hehehe..) ;) .

Memang benar Kerry Lorimer dr Lonely Planet bilang..
“Getting lost is the best thing to do when you’re travelling”

Justanto Ricky - Penulis adalah Moody, Adventurer, Explorer, Off Road Addict, Beer Lover, Jet Pilot yang suka blogging di mericky.wordpress.com



#




Anda mempunyai konten untuk ditayangkan di myPangandaran.com dan jaringannya seperti berita, opini, kolom, artikel, berita foto, video, release Perusahaan atau informasi tempat bisnis di Pangandaran. Kirimkan tulisan anda melalui Kontribusi dari Anda
Banner Header

Berikan Komentar Via Facebook

Wisata dan Kuliner Lainnya
Mengenal Budaya dan Sejarah Wayang Golek
Mengenal Budaya dan Sejarah Wayang Golek
Jum'at, 15 Oktober 2010 15:42 WIB
Asal mula wayang golek tidak diketahui secara jelas karena tidak ada keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit.
Si Condor, Legenda Monyet Cagar Alam Pananjung
Si Condor, Legenda Monyet Cagar Alam Pananjung
Kamis, 16 Juni 2011 08:23 WIB
Prilaku monyet memang mirip manusia, tidak heran karena jika binatang mamalia ini digadangkan sebagai kerabat terdekat manusia. Salah satu kemiripannya adalah cara hidupnya yang selalu berkelompok dalam kawasan tertentu. Umumnya monyet masih banyak dijumpai diwilayah hutan maupun pegunungan dengan populasi yang relatif stabil. Monyetpun terkadang menjadi hama bagi petani yang memiliki ladang di wilayah perbatasan habitatnya. Peranjahan tersebut terjadi manakala sumber makanan dihutan mulai berkurang disebabkan antara lain semakin sempitnya wilayah tempat tinggal mereka akibat perambahan hutan.
Warung Pinggir Pantai, Antara Keindahan dan Kebutuhan
Warung Pinggir Pantai, Antara Keindahan dan Kebutuhan
Kamis, 17 Februari 2011 05:23 WIB
Industri pariwisata tidak dapat dipisahkan dengan perekonomian masyarakat disekitarnya, namun tidak sedikit justru karena tuntutan ekonomi, banyak hal-hal penting dalam industri pariwisata dikorbankan, Warung Pinggir Pantai Pangandaran contohnya.
Mau booking hotel, penginapan, travel dan tour? call 0265-639380 atau klik disini