Pangandaran adalah salah satu pantai yang membentang di selatan pulau Jawa. Dari Bandung, jarak tempuhnya sekitar 200-an kilometer.
Pukul 10 malam kami sekeluarga berangkat dari Bandung. Malam itu perjalanan cukup lancar. Inilah enaknya keluar kota di tengah minggu. Jalanan nggak terlalu padat. Kami memilih perjalanan malam karena supaya tidak mengganggu jam tidursi kecil yang kalau terbangun bisa terjadi huru-hara di mobil,juga supaya nggak panas. Bonus tambahan,kalau sampai pas subuh nan cerah,bisa langsung menyaksikan sunrise.
Menjelang pukul 4 pagi kami sudah memasuki Banjar.Sempat istirahat sebentar, supaya sang sopir (yang menolak digantikan) bisa meluruskan badan. Jam 5 pagi kami memasuki Pangandaran dan disambut hujan yang luar biasa lebat. Sepertinya harus merelakan sunrise pagi ini. Walhasil, memang matahari baru memperlihatkan dirinya setelah jam menunjukkan pukul 8 pagi.
Akhirnya, kita putuskan untuk mencari penginapan dulu. Setelah tanya kiri kanan dapat juga rumah dengan 2 kamar (keduanya full AC), plus satu kamar tambahan suma seharga Rp 500.000 semalam. Lumayan, si kecil yang sudah marah-marah karena merasa nggak nyaman bisa makan pagi dan mandi. Sementara yang lain teler semua karena nyaris nggak tidur.
Pukul 09 pagi. Kami mulai perjalanan. Pertama kami menuju pantai Batu Hiu. Di gerbang pantai kami harus membeli tiket lagi seharga total 27 ribu. Setelah ditawar-tawar akhirnya kami hanya harus membayar dua puluh ribu rupiah. Pantai ini cukup cantik dengan tebing memagari sebagian pantainya. Pasir hitam nan halus menghampar di sepanjang pantai. Sebutan batu hiu diperoleh karena adanya batu karang yang katanya mirip hiu (bisa dilihat jelas kalau naik ke atas tebing di sisi kanan pantai). Ombak di pantai ini sangat kuat, demikian juga arus baliknya.
Sempat ada kejadian menakutkan. Ketika kami asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba si kecil yang bahagia karena melihat tempat luas berlari ke arah ombak sambil berteriak bahagia.Tiba-tiba, ia disambar ombak sampai jatuh! Serentak kami berlari menangkap tubuhnya. Haduhhhhhhhhh, Titannnnnnnnn jangan bikin orang kaget doooong!!!
Sehabis heboh-heboh (akhirnya dia mandi karena sudah kadung basah kuyup), kami melanjutkan perjalanan kepenangkaran penyu. Di sana kami diberi penjelasan oleh penjaganya (namanya lupa). Wah, semoga kalau nanti ke sini lagi penangkaran ini tetap ada ya.
Dari Penangkaran, kami melanjutkan ke arah Green Canyon. Sesampainya di sana, kami sangat kecewa karena area ini ditutup sementara. Hujan lebat yang turun tadi pagi menyebabkan air sungai yang seharusnya hijau berubah jadi cokelat layaknya bajigur. Arus sungai juga cukup kuat sehingga tidak boleh dilayari. Haduhhhh, padahal inikan tujuan utama ke Pangandaran ini. Akhirnya kita putuskan melanjutkan perjalanan ke Batu Karas.
Menjelang sore kami kembali ke Pangandaran, sempat menikmati sunset walaupun langit agak tersaput mendung. Habis itu kami melanjutkan berburu seafood di PantaiTimur. Sayang memang karena saat itu bukan musim melaut (cuaca yang kurang bersahabat menyebabkan ikan agak kurang).
Tapi, sepiring ikan baronang plus sepiring udang, plus sepiring kerang simping plus tumis kangkung menjadi menu makan malam kami. Uenaktenan....semua masih segar, dan nggak terlalu mahal. Untuk semuanya hanya membayar 120 ribu rupiah saja...
Hari Kedua
Pagi-pagi tidak ada yang mau beranjak dari tempat tidur. Akhirnya demi sunrise, aku nekad pergi sendiri menuju pantai timur. Sempat salah belok, masuk area pemakaman...astaga.. Akhirnya ketemu juga pantai yang agak landai di sebelah timur (dan sunrise sudah tinggi).
Yahhh, lumayan, lah. Di area TPI banyak nelayan yang sedang menarik jala ke daratan. Tali jala ditarik oleh sekitar 6-8 orang. Tali dililitkan di pinggang, jadi bukan pakai tangan tapi pakai badan. Setelah berhasil ditarik, para pedagang mendekat dan langsungmemilih ikan yang sudah dipindahkan ke dalam nampan anyaman bambu besar. Transaksi pun terjadi.
Menjelang balik kepenginapan, sempat nego sewa perahu menuju pasir putih. Akhirnya dari harga 175 ribu rupiah berhasil ditawar menjadi 125 ribu rupiah saja. Selanjutnya segera balik ke penginapan untuk siap-siap.
Setelah sarapan pagi, siap-siap, kami pun segera menuju pantai timur. Kami naik perahu menuju pantai yang memiliki padang lamun. Sayang memang ombaknya cukup keras, jadi ketika mencemplungkan badan dengan niatan ingin melihat padang lamun, yang ada mata dan hidung kemasukan ombak padahal sudah ditutup pakai masker snorkeling (apa salah makenya ya). Akhirnya jadi malas. Sudahlah main air saja sama Titan.
Dari pantai (namanya nggak tau), kami naik perahu lagi melihat batu layar besar dan batu layar kecil. Sebenarnya itu adalah batu karang yang terkikis ombak sehingga bentuknya menyerupai layar perahu. Kami jugamelihat karang buaya (yang kalau dilihat sekilas memang mirip buaya lagi berjemur). Kemudian kami menuju pasir putih.
Pasirputih, sesuai namanya memang pasirnya berwarna putih. Di sini juga merupakan salah satu jalan masuk ke arah cagar alam. Jadi, sekalian kami masuk wilayah cagar alam dan sempat masuk ke dalam gua (di dalamnya ada banyak kelelawar dan juga ada landak). Di dalam gua yang minta ampun gelap gulita ini (kami harus menyewa senter) lumayan banyak stalagnit dan stalagtit. Lumayan dapat beberapa foto walaupun ampun deh susahnya, gelap sekali.
Balik ke pasir putih, Titan tidak mau beranjak dari air.Terlebih kami menemukan aliran air tawar yang menuju ke laut (bukan sungai, tapi sepertinya limpasan sungai yang mencari jalan ke laut dengan menerobos pasir). Airnya sejuk dan segar. Sampai tiba-tiba hujan turun dengan derasnya dan terpaksa karena cegukan lagi, Titan kami paksa mencari tempat teduh. Maaf ya....ibu tahu kamu masih betah....
Kami menunggu hujan reda baru berperahu kembali ke Pangandaran untuk makan siang, mandi dan siap-siap pulang.
Di perjalanan menuju Tasik, hujan kembali turun dengan derasnya. Ahhh, sayang memang jadi kurang puas menikmati Pangandaran. Tapi, kami tetap mensyukuri karena bisa mendapat penginapan dengan mudah, dan jalanan nggak macet.
Maybe someday kita akan kembali ke sini. Tapi, sepertinya, pantai Pameungpeuk juga menarik untuk didatangi kembali (semoga sekarang sudah ada penginapan yang memadai). Artikel ini disadur dari esensi.co.id