Pada akhir tahun 2023, langit di Pangandaran dikuasai senandung mendung yang diiringi rintik hujan. Pusat parawisata Pantai Barat menjadi saksi bisu dari perubahan alam ini yang mengalami distraksi bagi pedagang ikan asin. Kesenjangan cahaya yang dibentuk oleh
mendung mengukir narasi kelam bagi para pedagang ikan asin tersebut.
Produk ikan asin, mahakarya laut yang biasanya menjadi primadona, kini terhambat karena datangnya musim penghujan. Prasanka mereka dalam menyambut tahun baru kali inibercam pur aduk, entah akansenang atau malah menanggung kerugian yang tak diinginkan. Mengapa demikian?
Langka?
Sebagai akibat dari perubahan musim yang tak lagi dapat ditebak, Julia (48) harus mengalami kerugian dalam penjualannya. Sebagai warga lokal yang berdarah Pangandaran asli, dia memutuskan untuk menawarkan ikan asin jambal roti yang diproduksi oleh dirinya sendiri. Dengan niat baik yang ia mulai dalam setiap langkahnya, ia selalu berusaha memastikan bahwa kualitas tetap menjadi prioritas utama dan produk-produknya terbebas dari olahan bahan kimia atau pengawet buatan, menciptakan aroma harum bumi Pangandaran dalam setiap gigitannya.
Dengan menjajaki ikan asin mulai dari matahari terbit ia terus melangkah dengan penuh harapan, meski tak berharap lebih setidaknya daganganya laku dalamhitungan jari agar keringat jeri payahnya tak hanyut sia-sia. Jikalau hujan melanda pun, ia hanya bisa berteduh didepan penginapan yang memungkinkan ada wisatawan yang membeliikan asin yang ia bopong setiapharinya.
Ironisnya usaha yang ia jalankan setiap hari diibaratkan sebagai panggung yang gemuruh hanya saat tarian libur berpadu dengan melodi pembeli yang riuh. Di hari-hari biasa,seperti senin hingga jumat, panggungnya terdiam, pembelinya sepi seolah sunyi tanpa alunan melodi.
Kehadiran pembeli pun dapat dihitung jari.
Tidak hanya dirasakan oleh Julia, tetapi produsen ikan asin jambalrotiterlama yang telah berdiri sejak tahun 80-an di Pangandaran punmerasakan hal serupa. Dari pengakuan pengelola Toko Ikan Asin “Mamah Jambal” pun merasa bahwa menjelang akhir tahun kali ini ia merasa
ragu akan stok persedian dan kehadiran para pembeli.
“Walaupun kualitas produknya terjamin superior, tapi saya kan gak bisa mengendalikan alur omset harian yang bisa saja minim atau bahkan pas-pasan.” Ucap Ibu Mamah.
Umumnya proses produksi ikan asin dilakukan berlangsung cepat dengan proses pembersihan berlangsung selama satu hari, dilanjut dengan proses marinasi sekitar tiga sampai empat hari dan proses pengeringan yang membutuhkan waktu dua sampai tiga hari.
Namun karena dampak musim hujan ini, para pembuat ikan asin harus menantihadirnya matahari yang terik dan harus dapat mengeringkan ikan-ikan tersebut dengan ukurankwintal. Ancaman terbesar adalah ketika proses pengeringan berlangsung lebih dari tiga hari, karena dapat dipastikan ikan-ikan tersebut akan membusuk dan menjadi santapan lalat ganas.
“Tukang asin dibere hujan mah riweuh” (Pedagang asin dikasih hujan pasti akan ribet) Ucap Julia (48).
Dengan modal yang cukup besar, berkisar antara Rp3 juta hingga Rp4 juta untuk membelibahan pokok setiap kali proses produksi, sangat disayangkan bila ikan-ikan tersebut menjadibusuk dalam jumlah yang signifikan. Namun, terkadang, takdir seperti permainan yang tak dapat diprediksi, seiring perubahan cuaca yang jauh dari harapan para pedagang ikan asin. Mereka terpaksa hanya bisa berharap agar penjualan ikan asin jambal rotiyang mereka hasilkan dapat mengembalikan modal produksi untuk memastikan kelangsunganhidup mereka sehari-hari yang semakin mendesak.
Sebenarnya, untuk strategi penjualan ia sudah memiliki antisipasi, yaitu jika stok penjualannya ada yang lebih, maka ia menyiapkan sebuah frezzer untuk membekukan stok ikan asinnya agar tidak mudah busuk. Kemasan yang digunakan sangatlah mengutamakan nilai ketahanan agar produknya tidak dimakan oleh lalat ganas atau terkontaminasi debu dari jalanan dan polusiyang ada di sekitar Pasar Pantai Barat, Pangandaran.
Namun karena ia sudah berjalan cukup lama dalam menjalankan toko ikan asinnya, maka ia membuat strategi lain apabila ikan asinnya hancur. Yaitu dengan cara menjual ikan asin tersebut kepada produsen terasi, dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Karena sebenarnya penjual terasi pun sama-sama mmbutuhkan terik sang fajar dalam proses produksinya. Karena ketika libur Panjang seperti ini, para wisatawan bagaikan bak tumpah yang pastinya akan ada kemacetan di jalanan.
Tragedi tersebut pun adalah salah satu kekhawatiran yang ia pikirkan, karena kemacetan itu akan menjadikan para wisatawan malas untuk mampir ke toko-toko dan berbelanja. Bahkan, mungkin mereka kehabisan waktu hanya untuk bermacet-macet dijalanan. Meskipun ia menerepakan sistem “delivery” untuk pembelinya, namun ia tak dapat memastikanbahwa pesanan itu akan tiba hanya dalam hitungan menit. Mungkin bisa saja ia menghabiskanwaktu antarnya saja selama berjam-jam.
Maka sudah tak heran bagi penjual ikan asin dalam menghadapi tahun baru dan perubahan cuaca saat ini, mereka harus lebih banyak bersabar dan tak bisa banyak berharap pada dagangan mereka. Namun, mereka harus tetap menjalankan usahanya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.