RISET yang dilakukan Wahyudi Anggoro selama
bertahun-tahun, akhirnya membuahkan hasil. Ia masuk nominasi 20 finalis
untuk entrepreneurship pemula yang digelar Wismilak Challenge 2010. Ia
menciptakan energi dari nabati, sekaligus mampu menyingkirkan 15 ribu
peserta se-Indonesia. Saat berdiskusi dengan Ir Ciputra di Jakarta,
kemarin (7/11), Wahyudi memaparkan tentang manfaat tanaman nyamplung.
Sejak dua tahun lalu, pria kelahiran Jogjakarta pada 1979 itu memang
melakukan riset bahan baku biji nyamplung (Callophylum inophylum).
Setahun proses penelitian itu, ia pun mampu menciptakan minyak yang 70
persen lebih tinggi daripada biji jarak. Namun, masyarakat tidak menduga
bahwa ada begitu banyak manfaat yang dihasilkan dari nyamplung.
Padahal, tanaman tersebut sangat mudah tumbuh, terutama di kawasan
pesisir pantai Indonesia. Tanaman ini misalnya, banyak tumbuh di Alas
Purwo, Kepulauan Seribu, Ujung Kulon, Cagar Alam Penanjung Pangandaran,
Batu Karas, Pantai Carita Banten, Yapen (Jayapura), Biak, Nabire,
Sorong, Fakfak, Halmahera, hingga Ternate.
"Tanamannya mudah hidup, dan sebarannya di seluruh provinsi juga ada.
Pada masa penjajahan Belanda, tanaman itu dibudidayakan karena kayunya
(digunakan) untuk bantalan kereta api," kata Wahyudi.
Dijelaskannya, biji nyamplung nyatanya juga berguna untuk bahan energi
nabati. Saat ini saja katanya, ia tengah menggarap salah satu Base
Transmitter Station (BTS) untuk memasok sedikitnya 20.000 liter per
bulan. Sebab di Pulau Jawa, kebutuhan bahan baku nabati untuk
operasional BTS tersebut masih sulit, karena bisa dipasok dari PLN.
Namun untuk November 2011, minyak hasil temuannya itu sudah akan memasok
60 ribu liter kebutuhan itu untuk BTS.
Pohon nyamplung disebutkan rata-rata bisa tumbuh pada ketinggian 500
meter dari permukaan laut. Hasil penafsiran tutupan lahan dari citra
satelit Landsat 7 ETM+, didapati tanaman ini ada di wilayah pantai
provinsi di seluruh Indonesia. Bahkan diperkirakan, luas areal pohon
nyamplung mencapai 480.000 hektare. Jika dari luasan indikatif total
hutan alam sebesar 10 persen saja, nyamplung bisa tumbuh produktif, maka
itu dianggap bisa menguntungkan.
Wahyudi menjelaskan, dari hasil penelitiannya, produktivitas biji
tanaman ini per hektare adalah sebesar 10 ton atau total produksi
sebesar 500 ribu ton. Ini setara dengan 225 juta liter biodiesel, 3,8
juta ton pupuk organik, 72 ribu ton pakan ternak, 18 ribu ton gliserin,
dan 12 ribu ton bahan oleokimia lain. Dari situ, bisa didapat hitungan
nilai total hingga Rp 5,02 triliun.
Wahyudi sendiri selama ini memusatkan penelitiannya di Desa Pandes,
Sewon, Bantul. Hasilnya antara lain adalah biodiesel nyamplung, yang
disebut jauh lebih efisien dibanding dengan solar. Bukan hanya itu,
nyamplung juga diketahui ramah lingkungan, karena kadar polusinya
rendah.
Untuk proses pembuatannya sendiri, dilakukan awalnya dengan biji yang
dipilah-pilah. Biji yang bagus dipilih, lantas dijemur maksimal dua
hari. Tidak boleh sampai kering, karena yang penting biji memuai untuk
siap digiling. Setelah digiling halus, nyamplung lalu diperas
menggunakan alat pres, dengan mesin dan minyak mentah. Maka akan keluar
minyaknya yang berwarna cokelat kehitaman, kental, untuk kemudian
disimpan dalam tong plastik.
Proses selanjutnya, seperti dijelaskan, adalah mengolahnya dengan
sejumlah bahan kimia, sebelum akhirnya siap menjadi bahan bakar. Sejauh
ini kata Wahyudi, kapasitas produksinya dalam sehari mencapai 250 liter
minyak nyamplung siap pakai. Sementara kapasitas mesinnya sendiri
sebenarnya 700-800 liter sehari.
Sekadar diketahui, 15-20 November ini memang menjadi gerakan Global
Entrepreneur Week (GEW) yang serentak diikuti 102 negara. Banyak
organisasi dan perusahaan swasta yang berpartisipasi dalam kegiatan itu.
Hajatan akbar itu juga digiatkan tim Ciputra Entrepreneurship Center.
Serangkaian kegiatan dilakukan, mulai dari seminar, talk show, serta
pencanangkan Palembang sebagai pelopor Kota Entrepreneur di Indonesia.
Ini ditandai dengan pembangunan patung lambang entrepreneur setinggi 7
meter di Palembang