TIGA M lebih dulu dikenal sebagai gerakan dalam mencegah demam berdarah
dengue (DBD), penyakit yang banyak menelan korban jiwa. Nyamuk
penularnya (Aedes aegypti) harus diberantas melalui 3 M (menguras,
menutup, dan menimbun). Tiap keluarga wajib melaksanakan 3 M
sekurang-kurangnya seminggu sekali ke tempat-tempat berkembang biaknya
nyamuk mematikan ini, yaitu menguras bak mandi, menutup tempat
penampungan air, dan menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung
air.
Gerakan tiga M itu cukup efektif mengurangi populasi nyamuk Aedes
aegypti. Ada lagi 3 M yang terbaru yang sedang menjadi keprihatinan
warga negeri ini, bahkan warga dunia. Tiga M yang satu ini kepanjangan
dari Mentawai, Merapi, dan Maridjan, kuncen Gunung Merapi yang akrab
dipanggil Mbah Maridjan.
Uniknya, tiga M terkait bencana alam itu serba 26. Mentawai, Merapi, dan
Mbah Maridjan jika hurufnya dijumlah hasilnya 26. Kebetulan pula
gempa-tsunami di Kepulauan Mentawai yang menewaskan ratusan orang,
meletusnya Gunung Merapi yang menewaskan puluhan orang, termasuk sang
kuncen karismatik Mbah Maridjan, terjadi pada 26 Oktober 2010.
Tak cukup itu saja. Bencana alam sebelumnya, seperti tsunami dahsyat di
Aceh terjadi pada 26 Desember 2004. Tidak kalah dahsyatnya, dua tahun
kemudian, pada 26 Mei 2006 gempa mengguncang Bumi Mataram, Yogyakarta.
Empat tahun kemudian, giliran Bumi Priangan, Tasikmalaya, diguncang
gempa kedua pada 26 Juni 2010. Gempa Tasik yang pertama, dampaknya lebih
dahsyat dibanding yang kedua, terjadi pada 2 September 2009.
Masih di Priangan, tsunami meluluhlantakkan Pangandaran, Ciamis, terjadi
bulan Juli tahun 2006, juga ada angka 2 dan 6, yang menurut Guru Besar
Seismologi dari ITB Nanang T Puspito mirip dengan tsunami Mentawai.
Pantas pula dikenang lagi, meski bukan terkait 26, gempa dahsyat di
Padang terjadi 28 hari setelah gempa Tasik pertama, yaitu 30 September
2009.
Kembali yang 26, jauh sebelumnya salah satu letusan dahsyat Krakatau
terjadi pada 26 Agustus 1883. Dan, menurut peramal asal Brasil Prof
Jucelino Nobrega da Luz, konon lebih "sakti" dibanding Nostradamus, akan
terjadi tsunami setinggi 150 meter di San Francisco pada Juni 2026.
Jucelino meramal tsunami akibat gempa dahsyat yang disebut The Big One
itu antara lain bakal menghancurkan negara bagian California.
Maklum saja jika angka 26 lantas ada yang menambahinya dengan kata
"misteri", ada juga dengan kata isyarat. Sehari setelah Merapi meletus
dan ombak tsunami menyapu Mentawai, "misteri 26" itu disebar di dunia
maya, baik melalui Twitter, Facebook, maupun media microblogging. Di
sebuah blog, misalnya, cukup banyak peminatnya.
Simak sebagian kutipan di salah satu blog. "Meskipun bencana bukan suatu
hal yang kebetulan, tapi unik ya, kok banyak tgl 26 gt lho. Bukan
mendratisir, tapi gmn menurut kamu." Lantas, ada yang mengomentari, "2
kali 6 sama dengan dua belas jadinya banyak yang amblas." Lalu, komentar
di bawahnya, "Dua merupakan duka, sedang enam merupakan bencana alam."
Cukup panjang jika semua komentar terkait 26 itu di-copy paste.
Dalam dunia Feng Shui, angka 26 gabungan angka kurang baik dan sangat
baik. Angka 2, atau disebut bintang penyakit, adalah angka yang membawa
kemajuan di bidang militer tapi juga menciptakan duda atau janda muda
dan membawa penyakit yang sangat serius. Angka 6, atau disebut bintang
surga adalah angka keberuntungan, atau juga disebut angka emas (kaya). Ada baiknya pula menyimak Alquran dalam Surat Al-Baqarah ayat 26, yang
terjemahannya antara lain bahwa sesungguhnya Allah tiada segan membuat
perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu....
Terkait dengan perumpamaan, simbol, dan sejenisnya, banyak yang bisa
dipetik dalam rentetan bencana alam yang serba 26 tersebut. Mbah
Maridjan yang meninggal akibat awan panas Merapi dalam posisi bersujud,
misalnya. Inilah salah satu isyarat alam yang kebetulan terjadi pada
tanggal 26, bahwa manusia meski dengan pangkat setinggi apa pun,
sekuat/sesakti apa pun, atau sekaya apa pun, harus senantiasa bersujud,
menyadari begitu lemahnya kita di hadapan Sang Maha Pencipta (Tribun)