Pesona di Tengah Teluk Pangandaran
Pangandaran,myPangandaran.com-
Tidak di semua tempat wisata kita bisa
menikmati indahnya pemandangan saat matahari terbit dan terbenam
sekaligus. Namun, di kawasan wisata Pangandaran, Kabupaten Ciamis,
sekitar 200 kilometer dari Kota Bandung, dua keindahan tersebut dapat
disaksikan.
Lokasi itu persis di Pananjung, sebuah daratan yang
menjorok ke laut yang ada di Pantai Pangandaran. Dulu sebelum ada
bangunan hotel dan permukiman, kita hanya berada di satu titik sudah
dapat menikmati keindahan matahari terbit dan terbenam.
Kini kita
memang masih bisa menikmati keindahan itu, tetapi harus berpindah
tempat. Saat melihat sang surya terbit, kita harus berada di pantai
timur. Saat ingin memandang matahari terbenam, kita berpindah ke pantai
barat Pangandaran.
Pananjung merupakan sebuah tanjung yang
ditutupi hutan. Hutan dan laut di sekitar Pananjung terbagi dalam tiga
status, pertama taman wisata alam (TWA) seluas 37,70 hektar, cagar alam
(CA) seluas 419,3 hektar, dan cagar alam laut (CAL) seluas 470 hektar.
TWA
dikelola Perum Perhutani, sementara CA dan CAL ditangani Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Lahan TWA merupakan hutan yang
berada di sekeliling Pananjung dan CA berada di tengah. Adapun CAL
berada di sekitar tanjung Pananjung.
Keanekaragaman hayati, baik
di TWA, CA, maupun CAL, berpotensi dijadikan ekowisata. Di TWA dan CA,
misalnya, ada kera abu-abu (Macaca fascicularis), lutung (Tracypithecus
auratus), dan rusa (Cervus timorensis). Adapun di CAL terdapat taman
laut di dekat pantai pasir putih di ujung Pananjung.
Sebelum
Gunung Galunggu meletus awal tahun 1980-an, banteng masih ditemui.
Namun, setelah itu satu demi satu banteng di Pananjung punah karena
berbagai sebab.
Wisatawan yang berkunjung ke Pananjung pada awal
musim hujan dapat melihat flora khas Pananjung, yakni Rafflesia padma.
Di sana tanaman itu ditemukan pertama kali pada tahun 1939. Penemuan
ini kemudian mengubah status Pananjung dari suaka margasatwa menjadi
cagar alam tahun 1961.
Rafflesia padma pertama kali ditemukan
Karl Ludwig Blume di Pulau Nusakambangan tahun 1825. Blume adalah
pemimpin Kebun Raya Bogor yang menggantikan Dr CGL Reindwardt.
Air terjun
Tidak
semua orang diperbolehkan masuk ke kawasan konservasi kecuali untuk
kepentingan penelitian, pembicara/" target="_blank">pendidikan, dan pengetahuan. Hanya TWA yang
dibuka untuk kepentingan wisata. Selama di dalam kawasan, pengunjung
selalu didampingi petugas.
Menurut Kepala Bidang Konservasi
Sumber Daya Air Jabar Wilayah III Pandji Yudistira, tidak jarang
pengunjung yang justru ingin memuaskan rasa keingintahuannya terhadap
kawasan konservasi Pananjung dengan berwisata ke tengah cagar alam.
Salah satu tempat favorit adalah air terjun yang langsung menghadap ke
laut lepas. Di air terjun itulah terkadang wisatawan asing mandi dengan
bebas.
Pananjung tidak hanya menyimpan keanekaragaman hayati.
Letaknya yang berada di tengah-tengah Teluk Pangandaran mampu meredam
laju gelombang tsunami tahun 2007 yang meluluhlantakkan Pangandaran.
Gelombang tsunami yang datang dari laut lepas menuju Pangandaran
dihalau Pananjung terlebih dahulu. Tidak terbayangkan apa jadinya jika
tidak ada Pananjung. Tentu dampak tsunami akan lebih parah karena tidak
ada yang meredam gelombang.
Pemerintah daerah perlu menata lagi
kawasan Pangandaran dengan lebih baik sehingga aktivitas pariwisata
tidak merusak keberadaan kawasan konservasi. Jika kelestarian cagar
alam Pananjung terjaga, hal itu menjadi modal bagi pengembangan
pariwisata berbasis keanekaragaman hayati.