Sudut Pandang Warga
Pengetahuan dan Persepsi Anak terhadap Pantai Pangandaran

Pengetahuan dan Persepsi Anak terhadap Pantai Pangandaran

Riset “kecil-kecilan” ini merupakan upaya untuk mengenali pengetahuan dan persepsi anak-anak, terutama mereka yang tinggal di sekitar P. Pangandaran terhadap pantai tersebut. Riset ini merupakan bagian kegiatan fasilitasi yang saya kerjakan terkait dengan UN-WTO Technical Asisstance for Tsunami Affected Countries [Pangandaran Area]. P. Pangandaran dikenal sebagai resort wisata dan menjadi salah satu bagian kawasan wisata andalan di Jawa Barat. Perkembangan pariwisata di kawasan ini sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2006 karena bencana tsunami yang memakan korban jiwa, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Seiring pulihnya citra kawasan, P. Pangandaran kembali menjadi pilihan bagi wisatawan nusantara, terutama yang berasal dari Jawa Barat dan sekitarnya, sebagai tempat berekreasi dan berwisata.

Pengembangan pariwisata di kawasan Pangandaran seringkali tidak melibatkan suara-suara masyarakat lokal. Dalam kasus ekstrem, saya mengambil anak-anak sebagai subjek studi. Analisis difokuskan kepada pengetahuan dan persepsi anak untuk mengkaji keterkaitan anak dengan lingkungannya, serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam penataan kawasan P. Pangandaran ke depan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terbuka, karangan naratif, dan pemetaan komunitas. Dari studi ini dapat dilihat aspek-aspek apa yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kawasan ke depan, khususnya yang dibutuhkan anak-anak dalam berkegiatan di P. Pangandaran.

Kata kunci: pengetahuan, persepsi, community map, anak, P. Pangandaran

A. Pengenalan terhadap Informan dan Metode Pengumpulan Data

Informan dalam riset lapangan ini adalah anak-anak dengan usia antara 12-13 tahun (atau telah mengeyam kelas enam Sekolah Dasar). Dalam kelompok usia ini, anak-anak sudah memiliki kemampuan verbal yang baik, sehingga mampu mengungkapkan persepsi dan pendapat mereka sendiri. Seluruhnya berjumlah 17 anak, yang berasal dari satu sekolah, yaitu SDN 3 Babakan.

Desa Babakan berada pada jarak satu km dari pintu masuk resort wisata P. Pangandaran. Jarak antara desa ini dengan pantai kurang lebih satu km pada arah selatan. Pengambilan sampel ini melalui anak-anak di Desa Babakan bertujuan untuk melihat kaitan antara kegiatan anak-anak di Pantai Pangandaran yang menjadi salah satu lokasi wisata dengan kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Meskipun anak-anak ini tidak tinggal “berdampingan” langsung dengan pantai, secara umum mereka mengetahui keberadaannya dan melakukan satu atau lebih kegiatan di dalamnya (meskipun tidak selalu berupa rekreasi).

Pengumpulan data dilakukan melakukan wawancara terbuka (open interview), karangan naratif yang menceritakan pengalaman anak berada di P. Pangandaran, dan peta komunitas (community mapping). Pada wawancara terbuka, anak-anak diminta untuk menceritakan perihal subjek yang disukai dan tidak disukai dari P. Pangandaran. Wawancara dilakukan secara berkelompok. Masing-masing anak mewawancarai anak yang lainnya. Wawancara dilakukan untuk melihat persepsi anak terhadap P. Pangandaran secara keseluruhan. Data wawancara disimpan dalam file video kamera.

Karangan naratif ditujukan untuk menggali pengetahuan dan pengalaman anak berada di P. Pangandaran. Hal ini bermanfaat untuk mengeksplorasi pengetahuan anak mengenai kawasan pantai di Pangandaran dan keterkaitan mereka dengan kawasan tersebut (yang dinyatakan dalam kegiatan anak). Tema yang diberikan bebas bergantung pada fokus yang ingin digali oleh anak-anak. Teknik pengumpulan data lainnya yang digunakan adalah peta komunitas. Peta komunitas memberikan pengetahuan “kultural” perihal lingkungan anak, termasuk di dalamnya: lingkungan bermain anak, lingkungan bertetangga (neighborhood), dan tempat-tempat yang dianggap menarik.

1. Ekspos Anak-anak terhadap P. Pangandaran

Dalam pandangan anak-anak, Pangandaran adalah sebuah “kota”. Dalam pengertian ini, tidak muncul referensi yang memadai perihal yang dimaksud oleh anak-anak dengan “kota”. Dapat dipahami Pangandaran sebagai sebuah “kota kecamatan” yang bertindak sebagai pusat administrasi untuk Kec. Pangandaran. Di samping itu, perkembangan yang pesat dalam industri pariwisata di kawasan ini menciptakan pembangunan yang mengubah Desa Pangandaran menjadi sebuah kota yang berpenduduk 25 – 50 ribu jiwa atau termasuk ke dalam kota kecil. Pembangunan yang muncul di kawasan P. Pangandaran terutama disebabkan oleh keberadaan hotel dan restoran, serta tarikan lalu lintas ke dalam kawasan.

1.1 Impresi terhadap Kawasan Pantai

P. Pangandaran menjadi tempat yang menyenangkan untuk berekreasi. Hal ini disampaikan anak dalam kesan terhadap pantai yang indah, pepohonan yang hijau, dan ombak yang tenang yang dapat digunakan berenang.

Terdapat kesadaran bahwa P. Pangandaran adalah sebuah tempat rekreasi dan wisata. Hal ini dikarenakan banyaknya wisatawan yang berasal dari berbagai daerah berkunjung ke kawasan. Khususnya untuk hari liburan, anak-anak dapat melihat banyak pengunjung berdatangan. Tidak hanya pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri. Keindahan tersebut tidak hanya dari pantai, melainkan juga kedalaman lautnya yang kaya dengan biota laut. Pengetahuan ini memperlihatkan P. Pangandaran sebagai kawasan wisata yang menarik untuk dikunjungi dari perspektif anak-anak.

1.2 Bencana alam

Peristiwa bencana tsunami yang terjadi dua tahun lalu masih membekas pada ingatan anak-anak. Ingatan tersebut adalah salah satu pokok yang disebutkan anak dalam karangan mereka. Bencana tsunami memberikan kenangan negatif menyangkut korban meninggal dan hilang, serta para korban yang tidak dikenal. Anak berusia 12 tahun, bernama Rani, mampu mengingat peristiwa dua tahun lalu. Hal yang mengesankan pada anak ini adalah kemampuannya untuk bereaksi atas bencana yang sudah terjadi, tanpa kesan emosional yang menonjol. Anak ini adalah sebagian dari mereka yang selamat dari bencana tsunami:

“…Pada hari Senin, 17 Juli 2006, terjadi bencana tsunami yang mengakibatkan banyak jiwa yang meninggal, kar(e)na korban yang meninggal tidak ada sanak saudara yang membawa(,) maka korban-korban dimakamkan secara mas(s)al(.) Ya sudahlah yang sudah biarkan berlalu sekarang kita bangkit dan mulai dari awal kembali.”

Barangkali persepsi yang berbeda akan dijumpai pada anak-anak yang orang tua atau kerabatnya menjadi korban bencana alam tsunami. Tsunami ditanggapi dengan rasa takut karena kehilangan anggota keluarga. Dalam kemungkinan yang lain, anak-anak akan akan sangat tertutup pada peristiwa yang memakan korban tersebut. Hal ini merupakan justifikasi untuk mengingatkan anak-anak akan potensi bahaya tsunami yang menimpa kawasan dan melatih keterampilan mereka untuk menghadapinya.

1.3 Bekerja di Pantai

Beberapa anak yang menjadi sampel memiliki orang tua yang bekerja di P. Pantai Pangandaran. Lani dan Novianti, misalnya, memiliki orang tua yang bekerja sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sehari-harinya berdagang di pantai. Tidak disebutkan secara jelas jenis dagangan yang dijajakan oleh orang tua mereka. Di lapangan, para PKL ini menjajakan beragam produk, mulai dari pakaian, makanan, sampai souvenir.

Pengalaman untuk berada di P. Pangandaran, salah satunya, terkait dengan kegiatan anak membantu orang tua bekerja ini. Dalam prakteknya, bekerja tidak dilakukan secara rutin, hanya pada kesempatan-kesempatan tertentu, missal pada hari libur. Kegiatan bekerja ini diselingi oleh kegiatan bermain yang dilakukan sendiri maupun bersama dengan teman-teman. Hal ini menunjukkan bahwa P. Pangandaran memiliki ikatan yang kuat terhadap kelangsungan ekonomi keluarga. Meskipun tidak berada dalam kategori sebagai “anak pantai” atau anak-anak yang menggantungkan hidupnya dari pantai, P. Pangandaran jelas memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan anak tersebut, yang ditunjukkan sebagai tempat bekerja orang tua, dimana sesekali anak-anak membantu orang tua mereka. Dalam kasus lain, terdapat anak yang memanfaatkan waktunya dengan memancing di pantai. Ikan-ikan hasil tangkapannya kemudian dijual di pasar.

Pentingnya P. Pangandaran bagi kelangsungan ekonomi keluarga dan bagi daya tarik pariwisata oleh anak masih belum dikatakan mendalam. Namun, ekspos dan pemahaman terhadap masalah ini menjadikan kesadaran atas pentingnya memelihara kelestarian pantai dan menciptakan citra yang positif terhadap kawasan di kalangan anak-anak.

1.4 Bermain dan Rekreasi

Pantai dapat menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk bermain. P. Pangandaran memberikan ruang yang leluasa bagi anak bermain dan berkreasi. Meskipun tidak dilakukan secara rutin, bermain di pantai dapat memberikan kegembiraan bagi anak. Permainan yang dilakukan oleh anak di antaranya berenang, sepakbola, layang-layang maupun bermain pasir di pantai.

Selain itu, mengunjungi Taman Wisata Alam (TWA) merupakan kegiatan rekreasi yang dianggap menyenangkan bagi anak-anak. Anak-anak dapat menikmati pemandangan berupa hewan dan pantai putih yang berada di dalam TWA. Beberapa anak menikmati berbelanja souvenir yang dijajakan di dalam kawasan pantai, yang menurut mereka sebagai kegaiatan yang menarik menarik. Rekreasi kuliner menjadi pilihan lain untuk menikmati waktu libur anak-anak ini di pantai.

Dalam konteks ini, pantai memberikan pilihan bagi anak untuk bermain dan berekreasi. Tersedianya ruang bermain merupakan kebutuhan mendasar bagi anak-anak pada usia ini. Pantai memberikan pilihan yang memadai sebagai tempat bermain dan berkumpul. Pada hari libur, anak menggunakannya sebagai tempat rekreasi bersama teman maupun keluarga.

2. Perhatian terhadap Lingkungan

Lingkungan pantai dan laut di Pangandaran tergolong sangat rapuh. Terdesaknya kawasan oleh kegiatan pariwisata dan perikanan menyebabkan munculnya permasalahan lingkungan terkait dengan: sampah, kelestarian biota laut, perlindungan cagar alam, dan penataan. infrastruktur pariwisata. Beberapa isu tersebut dirangkum oleh anak-anak sebagai berikut.

2.1 Sampah

Sampah jelas merupakan masalah yang ditanggapi oleh anak-anak sebagai sesuatu yang mengurangi citra positif kawasan. Sampah menjadi masalah yang secara kasat mata yang memerlukan tanggapan serius. Menurut anak, masalah sampah bersumber dari rendahnya tanggung jawab pengunjung Dalam beberapa kasus hal ini ada benarnya, namun masalah sampah dapat pula timbul karena ulah penduduk lokal. Anak beranggapan bahwa masalah sampah ini dapat mengurangi citra kawasan pantai dalam jangka panjang, seperti yang dinyatakan di bawah ini:

“… Aku sangat suka tempat ini Pangandaran memang indah. Tapi ada yang tidak aku sukai, yaitu orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mereka membuang sampah sembarangan dan mengotori pesisir pantai, jika itu terus-menerus dilakukan maka pantai yang indah ini pasti akan kotor dan tidak ada turis yang mau berkunjung ke Pangandaran.”

Tanggapan terhadap masalah sampah ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, keindahan alam pantai terganggu oleh adanya sampah, sehingga perlu pengelolaan mendesak. Kedua, tanggung jawab pengunjung ataupun komunitas perlu ditingkatkan dalam membuang sampah pada tempatnya.

2.2 Terumbu karang

Anak-anak mengetahui akan arti pentingnya terumbu karang. Terumbu karang diketahui sebagai tempat berlindung bagi ikan-ikan. Ikan-ikan akan hidup dengan baik karena adanya terumbu karang ini. Masalah yang dihadapi oleh terumbu karang disampaikan anak sebagai akibat adanya penangkapan ikan secara ilegal, yaitu dengan menggunakan bom. Hal tersebut menyebabkan rusaknya terumbu karang. Padahal, menurut anak, terumbu karang dipersepsikan sebagai daya tarik wisata yang mendatangkan banyak wisatawan. Terdapat kesadaran dari anak-anak bahwa terumbu karang perlu dilestarikan, sehingga mampu hidup untuk jangka waktu yang panjang.

Selain terumbu karang, pengetahuan anak terhadap biota laut juga meliputi keberadaan kerang yang jumlahnya kian berkurang. Menurut anak, hal ini disebabkan oleh pengambilan kerang secara berlebihan oleh nelayan. Kerang-kerang ini pun diambil dari dalam laut, meskipun sepengetahuan anak pengambilan kerang tersebut dilarang oleh pemerintah daerah.

Pengetahuan anak terhadap ekosistem pantai ini menjadi modal yang penting dalam memperkenalkan tindakan pelestarian kawasan pantai yang kian terancam. Anak-anak dapat menjadi “duta lingkungan” yang menyampaikan masalah biota laut ini kepada masyarakat yang lebih luas, terutama nelayan. Contoh yang diperlihatkan anak melalui penghijauan di Bulak Setra merupakan tindak lanjut bagaimana kelestarian lingkungan dipertahankan oleh anak-anak.

2.3 Cagar Alam

P. Pangandaran dan Cagar alam adalah dua area yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bentang alam yang berbukit di dalam cagar alam dapat menjadi landmark Kawasan Pangandaran yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan citra Pangandaran.

Cagar alam ini (yang dikelilingi oleh TWA) memberikan keragaman daya tarik wisata di kawasan berupa: pantai berpasir putih, kerang di pinggir pantai, bentang alam yang berbukit, binatang yang khas, dan gua-gua alam. Anak-anak mempersepsikannya dengan keindahan, pohon-pohon yang harus dilindungi, rasa takut karena hewan-hewan yang berkesan tidak ramah, dan keragaman hayati yang ada di dalam cagar alam.

3. Pariwisata Pangandaran

Konsep pariwisata tidak coba didesakkan kepada anak-anak, namun secara bebas anak-anak mengungkapkannya. Anak-anak ternyata mampu memberikan beragam contoh terhadap “pariwisata” di dalam kawasan. Contoh-contoh tersebut berupa: keberadaan akomodasi, wisatawan, dan atraksi wisata yang ditawarkan di dalam kawasan. Tanggapan terhadap contoh-contoh ini memperlihatkan kedalaman pengetahuan anak terhadap pariwisata di kawasan dan persepsi anak terhadapnya.

3.1 Akomodasi dan amenitas

Pengetahuan anak terhadap pariwisata termasuk di dalamnya komponen-komponen wisata, seperti hotel, restoran, dan pedagang souvenir, termasuk PKL. Karena konsep “pariwisata” sangat kompleks dan relatif rumit dipahami anak-anak, pengetahuan anak terhadap akomodasi dan amenitas yang ditawarkan di kawasan dapat menjadi indikasi perihal “maraknya” pariwisata di kawasan. Sebagai seorang rekreasionis, kesempatan anak untuk menikmati akomodasi tidak seperti seorang wisatawan. Pengalaman mereka terbatas pada konsumsi jajanan lokal yang dijajakan di sepanjang kawasan. Pengetahuan anak perihal akomodasi yang ada di kawasan juga dikarenakan anggota keluarga mereka yang bekerja di sana.

3.2 Wisatawan

Tidak ada pengalaman yang luar biasa antara anak dan wisatawa atau bertemu dengan wisatawan bukanlah sesuatu yang asing bagi anak-anak ini. Wisatawan diakui sebagai faktor yang menyebabkan P. Pangandaran menjadi ramai dengan kegiatan. Kegiatan ini meliputi wisatawan yang berenang di laut, makan di restoran dan PKL, maupun wisatawan yang berkeliling dengan kendaraan (becak, motor, sepeda). Hal ini mengesankan tidak adanya “jarak” psikologis antara anak-anak dengan wisatawan yang berkunjung ke kawasan, yang misalnya ditandai dengan rasa bermusuhan. Bahkan, ramainya para wisatawan terkadang sebagai tontonan yang menarik bagi anak-anak. Anak dengan mudah mampu menyesuaikan diri mereka dengan keberadaan wisatawan di dalam kawasan. Persepsi ini dapat dikembangkan untuk menjadikan generasi muda di sekitar kawasan sebagai “tuan rumah yang baik”, dalam pengertian mampu menciptakan suasana bersahabat dan ramah dengan para wisatawan.

3.3 Atraksi

Seorang anak mengungkapkan daya tarik utama kawasan dibandingkan dengan tempat tinggalnya yang dahulu. Pantai yang indah merupakan daya tarik utama, disamping udara pagi yang sejuk dan dingin di pagi hari. Keberadaan hewan di cagar alam dianggap sebagai daya tarik lainnya. Daya tarik yang beragam ini juga ditanggapi dengan emosional sebagai “milik” komunitas, dan anak mengkhawatirkan perusakan yang dilakukan oleh orang luar.

Community Mapping (Peta Komunitas)

Peta komunitas memperlihatkan kaitan antara lingkungan tempat tinggal anak dengan pantai yang berjarak 1 km dari desa mereka. Meskipun tidak semua peta komunitas yang dimintakan dari anak memperlihatkan keterkaitan dengan daerah pantai, peta komunitas memperlihatkan sejauhmana kaitan anak dengan P. Pangandaran.

Secara umum, peta komunitas memperlihatkan rumah-rumah dengan nodal berupa fasilitas publik sepert:i sekolah, rumah sakit, pos polisi, rumah maupun mesjid. Rumah-rumah tersebut tersebar di antara nodal yang dihubungkan oleh jaringan jalan. Di antara rumah-rumah yang membentuk lingkungan bertetangga anak, anak menandai rumahnya sendiri maupun rumah temannya. Lingkungan bertetangga tersebut kemudian dibelah oleh jalan besar yang beberapa di antaranya secara khusus digambarkan dengan lalu lintas mobil yang melaluinya.

Anak-anak juga menandai tempat-tempat yang disukai maupun tidak disukai. Di antara tempat yang disukai adalah sekolah, tempat bermain (mis. sebuah lapangan bola), dan pantai atau pelabuhan. Di antaranya yang tidak disukai adalah diskotik, makam, dan kebun kelapa. Persepsi anak ini sangat bergantung dari konteks pengalaman anak berada di areal lingkungannya tersebut.

Kelompok yang lain menunjukkan pantai dan laut yang tepat berada di belakang sekolah mereka, dengan jalan-jalan yang menghubungkan antara antara rumah mereka dengan P. Pangandaran.

 

Peta komunitas ini memperlihatkan pengetahuan atas orientasi mereka. Sebagian telah memperlihatkan kaitan lingkungan tempat tinggal mereka dengan P. Pangandaran.

Beberapa anak menjadikan P. Pangandaran sebagai sebuah tempat dengan keterikatan emosional yang kuat karena menjadi tempat yang disukai, terutama disebabkan oleh pemandangan yang indah dan ruang bermain yang disediakannya.

Penutup: Dari Pengetahuan dan Persepsi Menuju Tindakan

Studi lapangan yang dilakukan secara cepat ini tidak dimaksudkan untuk menggeneralisasikan pengetahuan yang dimiliki anak maupun persepsi mereka. Studi ini menggambarkan sebagaian dari pengetahuan dan persepsi anak terhadap lingkungan, terutama kaitannya dengan P. Pangandaran. Pengambilan sampel pun dilakukan dilakukan secara accidental dengan mengurangi hambatan birokratis dalam pengumpulan data. Dipilihnya SDN 3 Babakan, yang merupakan sekolah tempat bekerja salah satu anggota LWG dan telah menjadi model bagi pendidikan dan penyuluhan oleh PPLP, menyebabkan validitas data yang dikumpulkan masih perlu dipertanyakan.

Studi ini beranjak dari pemikikan untuk mengikutkan kelompok minoritas yang kurang tercakup dalam perencanaan pengembangan kawasan selama ini. Anak merupakan kelompok minoritas tersebut yang “suara” mereka seringkali diabaikan. Dalam kenyataannya, anak memperlihatkan pengetahuan yang memadai perihal kawasan. Hal ini ditunjukkan oleh anak-anak di Desa Babakan. Pengetahuan mereka terhadap P. Pangandaran dikarena kaitannya dengan kegiatan yang mereka lakukan, diantaranya: membantu orang tua bekerja, bermain dan berekreasi. Bencana alam dalam ingatan anak memberikan pemahaman terhadap potensi tsunami yang muncul yang apabila diarahkan dengan tepat dapat memberikan entry point untuk upaya penanganan yang efektif terhadapnya.

Persepsi anak terhadap lingkungan pantai mengungkapkan berbagai masalah yang dihadapi kawasan. Sampah dipandang sebagai masalah serius yang membutuhkan tanggung jawab pengunjung untuk ikut memelihara kawasan. Selain itu, citra kawasan sangat bergantung dari bagaimana komunitas mengelola sampah tersebut.

Persepsi anak terhadap pariwisata terkait dengan keberadaan komponen wisata yang disediakan di dalam kawasan. Akomodasi yang direferensikan dengan hotel-hotel, serta amenitas yang ditunjukkan dengan restoran, dan PKL makanan dan souvenir yang tersebar di dalam kawasan. Anak juga turut memanfaatkan komponen-komponen tersebut, meskipun secara terbatas. Ramainya pengunjung dilihat sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat.

Peta komunitas memperlihatkan kaitan lingkungan bertetangga anak dengan P. Pangandaran. Beberapa anak menunjukkan relasi yang kuat yang digambarkan dengan jaringan jalan yang menghubungkan permukiman dengan daerah pantai. Situasi ini dapat dimaklumi karena pantai juga digunakan anak untuk bekerja, bermain, dan berekreasi.

Dari pengetahuan anak terhadap lingkungannya ini, seharusnya anak-anak dapat berkontribusi dalam penataan kawasan. Menjadikan kawasan pantai sebagai tempat bermain yang memadai dapat mengikat anak terhadap pantai secara emosional, sehingga mereka akan turut menjaga kelestariannya. Terkait dengan masalah lingkungan, anak adalah kelompok yang perlu diberdayakan melalui pendidikan dan pelatihan lingkungan (yang selama ini telah diupayakan). Di tangan mereka pula, nantinya, kelestarian ekosistem yang mengundang wisatawan dan citra positif kawasan dipertaruhkan.


*) Penulis adalah Salah satu Orang yang Bergelut Dalam Bidang Perencanaan Kota dan beralamat di http://gedebudi.wordpress.com



#




Anda mempunyai konten untuk ditayangkan di myPangandaran.com dan jaringannya seperti berita, opini, kolom, artikel, berita foto, video, release Perusahaan atau informasi tempat bisnis di Pangandaran. Kirimkan tulisan anda melalui Kontribusi dari Anda
Banner Header

Berikan Komentar Via Facebook

Sudut Pandang Warga Lainnya
Mengenal Budaya Dan Kesenian Kuda Lumping
Mengenal Budaya Dan Kesenian Kuda Lumping
Jum'at, 03 Desember 2010 09:16 WIB
Letak Geografis Pangandaran yang berbatasan langsung dengan wilayah Jawa Tengah, secara tidak langsung membawa dampak terhadap adat istiadat dan budaya, contohnya perkawinan antar suku, migrasi penduduk, dan lain-lain, Faktor-faktor tersebut mempunyai andil besar dalam kultur masyrakat Pangandaran.
Mengintip Kandungan Ikan Sidat
Mengintip Kandungan Ikan Sidat
Sabtu, 24 November 2012 13:27 WIB
Ikan merupakan sumber protein yang lebih baik dibanding hewan ternak lainnya karena rendahnya kadar kandungan kolestrol. Ikan sidat salah satu jenis hewan yang potensial untuk dikembangkan.
Tsunami Terjadi Sejak Tahun 6.000 SM
Tsunami Terjadi Sejak Tahun 6.000 SM
Sabtu, 30 Oktober 2010 20:29 WIB
Gempa berkekuatan 7,2SR yang mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Senin 25 Oktober 2010, menimbulkan serangan gelombang maut, tsunami. Seluruh pemukiman yang berada di pantai barat gugusan kepulauan itu diterjang tsunami sehingga menewaskan lebih dari 400 orang
Mau booking hotel, penginapan, travel dan tour? call 0265-639380 atau klik disini